ANALISIS
DAYA SAING SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
(TUGAS
MK. INTEGRASI KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SDA)
TUGAS AKHIR
OLEH :
MARUWANDI YOSUA SIMAIBANG
NIM. 137003009
PROGRAM STUDI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN
(PWD)
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
BAB
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan regional merupakan bagian
yang penting dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil
pembangunan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk
mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka
diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu
pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Dalam masa otonomi daerah saat ini
setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan
potensi dan kemampuan daerah tersebut. Pelaksanaan otonomi sebagai upaya yang
tepat untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial sehingga meskipun
terdapat perbedaan-perbedaan antar daerah yang disebabkan oleh terbatasnya
sarana dan prasarana,faktor geografis seperti perbedaan kesuburan tanah maupun
kondisi daerah, hal tersebut tidak akan mengakibatkan perbedaan dalam
kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat diperoleh dari
pengembangan wilayah yang dilakukan dengan cara pembangunan yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan berkelanjutan saat ini sudah menjadi tujuan dalam
pembangunan dan pengembangan kota/kabupaten di Indonesia.
Salah satu alat ukur konsep daerah yang
berkelanjutan adalah tingkat dayasaing antar wilayah. Semakin tinggi daya saing
suatu daerah, maka semakin tinggipula kesejahteraan masyarakatnya. Beberapa
variabel yang diukur dalam pengukuran tingkat daya saing adalah variabel
perekonomian daerah, variabel infrastruktur dan sumber daya alam serta variabel
sumber daya manusia.
Sampai dengan
menjelang sewindu implementasi UU 32 tahun 2004, masih sangat sedikit pihak
yang menyadari pentingnya implementasi Pasal 2 ayat 3 UU 32 tahun 2004, yang
menegaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk
meningkatkan pelayanan umum, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan daya saing daerah.
Sesungguhnya masih sedikit purposeful policies and implementations
yang dimaksudkan untuk realisasi peningkatan daya saing daerah.Suatu studi
pemetaan tentang kompetensi inti masing-masing daerah kabarnya telah dilakukan
oleh Kementerian Perindustrian, tetapi dalam level kebijakan seperti apa hasil
studi tersebut dioperasionalkan masih belum jelas. apabila bentuk hukumnya
hanya Peraturan Menteri Perindustrian, hal ini jelas menunjukkan komitman yang
tidak cukup kuat dari Pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing melalui
kompetensi inti.
Memang di tengah ketidakpastian grand
design tentang daya saing daerah tersebut, ada beberapa daerah yang dapat
digunakan sebagai role model inisiatif daerah yang berusaha mendorong
daya saing daerahnya. Salah satu di antaranya adalah kota Solo.Kota yang tidak
memilik sumber daya alam apapun, seperti halnya kota-kota lainnya, Kota Solo
mengkhususkan pada pembangunan daya saingnya melalui spirit kota budaya untuk
mewujudkan Solo sebagai eco-cultural city. Juga seperti kota-kota
lain, kota Solo dihadapkan pada problem kota yang rumit termasuk di antaranya
masalah sektor informal termasuk PKL.
Di era globalisasi
dengan kondisi persaingan disegala bidang yang makin tajam, pemerintah daerah
dituntut untuk mengubah paradigma orientasi lokal menjadi orientasi global.
Untuk itu pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan wilayahnya menjadi
wadah yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi dan industri,
dengan penekanan pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya
manusia serta sumberdaya alam lokal, kelembagaan dan teknologi.
Adapun langkah yang dapat dikembangkan pemerintah
daerah adalah melakukan pemetaan secara cermat dengan pendekatan yang dapat
dipertanggungjawabkan, mengenai berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap
daerah. Memberdayakan daya saing daerah, merupakan rumusan strategi pencapaian
yang dapat dilakukan. Daya saing daerah haruslah spesifik atau tidak serupa,
dengan memunculkan dan memupuk core competence-nya masing-masing, agar
mampu mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan di seluruh wilayah tanah air.
Setelah memberdayakan daya saing, daerah
juga dituntut untuk memasarkan daya saing tersebut Dengan menyusun sebuah
sistem jaringan kerjasama antar daerah, maka masing-masing daerah dapat saling
tukar - menukar informasi mengenai potensi daerahnya. Selain itu juga dapat
meningkatkan minat investor dan masyarakat untuk berinvestasi.
Dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai
pembuat peraturan di tingkat daerah guna menciptakan iklim yang kondunsif bagi
investasi, regulasi yang dibuat harus mengandung paling sedikit empat
karakteristik. Empat ciri regulasi yang dibuat pemerintah daerah haruslah: (1)
regulasi bersifat fasilitatif, artinya memudahkan semua stakeholders yang
terlibat atau akan terlibat dalam proses peningkatan daya saing daerah, (2)
regulasi harus bersifat akomodatif, yaitu memperhatikan berbagai pendapat dan
kepentingan, (3) regulasi harus bersifat sustainable, yaitu mementingkan aspek
bisnis yang berkesinambungan dalam jangka panjang, dan (4) regulasi harus
bersifat konsisten, dimana menjamin kepastian dan tidak menimbulkan benturan
kepentingan dalam hubungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, hubungan
antar daerah, maupun hubungan antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
Selain berperan sebagai regulator,
pemerintah daerah dituntut untuk mengelola manajemen keuangannya dan mengatur
alokasi dana secara efektif dan efisien sehingga alokasi dana pembangunan
benar-benar menjadi stimulan yang mampu menciptakan multiplier-effect dan tidak bersifat konsumtif. Untuk itu sebaiknya
pengeluaran pemerintah daerah dalam memasarkan daya saing, diarahkan untuk
investasi di bidang SDM dan infrastruktur dasar seperti penyediaan jalan,
jembatan, jaringan listrik, air minum dan telekomunikasi.
Sektor pertanian telah terbukti memiliki
peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan
pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
PDB, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan
perolehan devisa. Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara lebih
komprehensif, antara lain : (a) sebagai penyedia pangan masyarakat sehingga
mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat
kaitannya dengan ketahanan sosial (sosio
security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau
ketahanan nasional (national security),
(b) sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk peningkatan sektor industri
dan jassa, (c) sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang
berasal dari ekspor atau produk subsitusi impor, (d) sektor pertanian merupakan
pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri, (e) transfer surplus
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi, dan (f) sektor pertanian mampu menyediakan modal
bagi pengembangan sektor – sektor lain (a
net outflow of capital for investment in other sectors); serta (g) peran
pertanian dalam penyediaan jasa – jasa lingkungan.
Kondisi diatas menunjukkan sektor pertanian
sudah selayaknya dijadikan sebagai suatu sektor ekonomi yang sejajar dengan
sektor lainnya. Sektor ini tidak lagi hanya berperan sebagai aktor pembantu apalagi
figuran bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi pameran utama yang
sejajar dengan sektor industri. Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan sektor
industri sangat tergantung dari pembangunan sektor pertanian yang dapat menjadi
landasan pertumbuhan ekonomi. Dua alasan penting sektor pertanian harus
dibangun terlebih dahulu, jika industrialisasi akan dilakukan pada suatu
Negara, yakni alasan : pertama, barang-barang hasil
industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat petani yang merupakan
mayoritas penduduk Indonesia, maka pendapatan petani sudah semestinya
ditingkatkan melalui pembangunan pertanian dan alasan kedua, sektor industri
membutuhkan bahan mentah yang berasal dari sektor pertanian sehingga produksi
hasil pertanian ini menjadi basis bagi pertumbuhan sektor industri itu sendiri.
Oleh karena itu, pertumbuhan di sektor pertanian diyakini memiliki efek
pengganda (multiplier effects) yang
tinggi karena pertumbuhan di sektor ini mendorong pertumbuhan yang pesat di
sektor-sektor perekonomian lain. Misalnya di sektor pengolahan (agro-industry) dan jasa pertanian (agro-services).
Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa sektor
pertanian atau agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis
dalam perekonomian Indonesia. Namun demikian pembangunan sektor pertanian masih
mengalami permasalahan-permasalahan pokok yang menghambat pengembangannya baik
permasalahan makro maupun mikro. Peningkatan daya saing sektor pertanian dengan
pendekatan agribisnis mutlak harus terus dilakukan agar dapat berperan lebih
baik dalam perekonomian Indonesia,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Tingkat
daya saing daerah kabupaten simalungun mempunyai karakteristikyang beragam
dimana beberapa contoh adalah pada sektor pertanian, perkebunan, industri serta
sumber daya manusia. Masing-masing kecamatan berusaha untuk meningkatkan
perekonomian dan pembangunan wilayahnya secara maksimal agar mampu mengembangkan
taraf hidup masyarakat setempat. Berdasarkan pemikiran tersebut, penyusunan makalah
ini berjudul Analisis Daya Saing Sektor Pertanian di Kabupaten Simalungun.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan
Masalah Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka perkembangan sektor
pertanian yang terjadi saat ini menunjukan progress yang baik bagi beberapa
pihak penting, seperti petani. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan sektor pertanian
saat ini. Dari hal tersebut maka akan diperoleh suatu dasar bagi penulis untuk
dapat memfokuskan penjelasan makalah ini kearah rumusan yang lebih jelas.
Berdasarkan uraian di atas muncul
beberapa pertanyaan penelitian sebagaiberikut:
1. Bagaimana
tingkat daya saing daerah di Kabupaten Simalungun?
2. Bagaimana
potensi daya saing daeraeh di Kabupaten Simalungun?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan dan Batasan
Dari paparan dan
rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas maka ruanglingkup pembahasan dan
batasan kami fokuskan terhadap “Daya Saing Daerah Kabupaten Simalungun yang
terpusat pada Sektor Pertanian”.
1.4 Tujuan Penulisan
Bertitik berat pada latar belakang dan
permasalahan yang telah dijelaskan,maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui
tingkat daya saing daerah di Kabupaten Simalungun.
2. Menganalisis
potensi daya saing daerah di Kabupaten Simalungun.
Berdasarkan
kajian tentang penelitian di atas diharapkan dapat memberimanfaat sebagai
berikut :
1. Bagi
Peneliti
Penelitian
ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai potensi atau keunggulan di Kabupaten
Simalungun.
2. Bagi
Pemerintah
Sebagai bahan masukan bagi
pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan keunggulan
atau potensi daerah agar daerah tersebut berdaya saing tinggi.
3. Bagi
Ilmu Pengetahuan
Sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan penelitian yang sejenis.
Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk membahas secara bersama-sama tentang masalah pada sektor
pertanian yang terjadi saat ini dan pemecahan masalah yang dapat dilakukan. Disamping
itu, makalah ini juga bertujuan sebagai sarana pertukaran informasi atau ilmu
guna mencapai tujuan yang sama.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri
dari tiga bab, yaitu :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab
ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan.
Latar belakang merupakan landasan pemikiran secara garis besar, baik secara
teoritis dan atau fakta serta pengamatan yang menimbulkan minat dan penting
untuk dilakukan pengamatan. Rumusan masalah adalah pernyataan tentang keadaan,
fenomena dan atau konsep yang memerlukan pemecahan dan atau memerlukan jawaban
melalui suatu pengamatan dan pemikiran mendalam dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan alat-alat yang relevan. Bagian tujuan penelitian mengungkapkan
hasil yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Sedangkan sistematika
penulisan mencakup uraian ringkasan dan materi yang dibahas pada setiap bab
yang ada, jadi tidak sama dengan daftar isi.
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang kondisi geografis wilayah,
landasan teori, penjelasan tentang daya saing daerah yang menjadi pokok
pembahasan pada makalah ini.
BAB
IIIPEMBAHASAN
Bab
ini berisi tentang hasil, analisis serta pembahasan dari pertanyaan pertanyaan yang
terdapat dalam makalah ini.
BAB
IVPENUTUP
Bab
ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi penyajian secara singkat apa
yang telah diperoleh dari pembahasan dimana simpulan harus sesuai dengan
permasalahan, tujuan yang diajukan dalam bab-bab selanjutnya. Saran merupakan
anjuran yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan terhadap hasil
pembahasan tersebut.
BAB
II
Tinjauan Pustaka
2.1. Kondisi Geografis
Simalungun sebagai salah satu kabupaten
di Sumatera Utara, letaknya diapit oleh 7 kabupaten yaitu Serdang Bedagai, Deli
Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara dan Kota Pematangsiantar.
Letak astronominya antara 02o36’ - 03o18’ lintang utara
dan 98o32’ - 99o35’ bujur timur dengan luas 4.386,60 km2
Suhu udara rata – rata di Simalungun
tahun 2011 adalah 25,0oC, dengan suhu paling rendah 21,8 oC
dan suhu tertinggi 30,3 oC terjadi pada bulan mei. Kelembapan udara
rata-rata perbulannya adalah 85,0% dengan kelembapan udara tertinggi terjadi
pada bulan November – Desember yaitu 95% atau rata – rata 87%. Penguapan rata –
rata 2,97 mm/hari.
Rata-rata haru hujan per bulannya 15
hari hujan dengan hari hujan terbanyak di bulan oktober yaitu 26 hari hujan
sementara curah hujan terbesar terjadi pada bulan Desember yaitu 427 mm3sedangkan
di bulan juli hanya 99 mm3.
2.2.
Landasan Teori
Michael Porter (1990) menyatakan
bahwa konsep daya saing yang dapatditerapkan pada level nasional tak lain adalah
“produktivitas” yangdidefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja.Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya
saing mengacukepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit yang
dicapai olehperusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia, Porter, serta
literatur-literatur terkinimengenai daya saing nasional memandang bahwa daya
saing tidak secara sempitmencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu
perusahaan. Daya saing mencakupaspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada
level mikro perusahaan, tetapijuga mencakup aspek di luar perusahaan seperti
iklim berusaha (businessenvironment) yang jelas-jelas di luar kendali
suatu perusahaan. Aspek-aspektersebut dapat bersifat firm-specifik,
region-specifik, dan bahkan country-specific.
Daya saing daerah berdasarkan
Departemen Perdagangan dan IndustriInggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu
daerah dalam menghasilkanpendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan
tetap terbuka terhadappersaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre
for Urbanand Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah
sebagaikemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah
dalammenghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih meratauntuk
penduduknya (Abdullah, 2002).
Dalam
mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa halsebagai berikut:
1. Daya
saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitasatau efisiensi
pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebihmemilih mendefinisikan daya
saing sebagai “kemampuan suatuperekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta
atau perusahaan”.
2. Pelaku
ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapijuga rumah
tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadudalam suatu sistem ekonomi
yang sinergis. Tanpa memungkiri peranbesar sektor swasta perusahaan dalam
perkonomian, fokus perhatiantidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam
rangka menjagaluasnya cakupan konsep daya saing.
3. Tujuan
dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomiantak lain adalah
meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk didalam perekonomian tersebut.
Kesejahteraan (level of living) adalahkonsep yang maha luas pasti tidak
hanya tergambarkan dalam sebuahbesaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi.
Perumbuhan ekonomihanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam
rangkapeningkatan standar kehidupan masyarakat.
4. Kata
kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilahperan keterbukaan
terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadirelevan. Kata “daya saing”
menjadi kehilangan maknanya pada suatuperekonomian yang tertutup.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa dayasaing daerah adalah “Kemampuan perekonomian daerah
dalam mencapaipertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan
dengantetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional” (Abdullah,
2002).
2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah
Berdasarkan
studi yang dilakukan oleh Ira Irawati, 2008 dengan judulPengukuran Tingkat Daya
Saing Daerah Berdasarkan Variabel PerekonomianDaerah, Variabel Infrastruktur
Dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel SumberDaya Manusia Di Wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara, variabel penentu dayasaing daerah adalah Perekonomian
Daerah, Infrastruktur dan Sumber DayaAlam, dan Sumber Daya Manusia.
Masing-masing
indikator di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Perekonomian Daerah
Perekonomian
daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dariperekonomian makro (daerah)
yang meliputi penciptaan nilai tambah,akumulasi kapital, tingkat konsumsi,
kinerja sektoral perekonomian,serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja
ekonomi makromempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut :
·
Nilai tambah
merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknyadalam jangka pendek.
·
Akumulasi modal mutlak
diperlukan untuk meningkatkan dayasaing dalam jangka panjang.
·
Kemakmuran suatu daerah
mencerminkan kinerja ekonomi di masalalu.
·
Kompetisi yang didorong
mekanisme pasar akan meningkatkankinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat
kompetisi pada suatuperekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif
perusahaanperusahaanyang akan bersaing secara internasional maupun domestik.
b. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Infrastruktur
dalam hal ini merupakan variabel dimana seberapa besarsumber daya seperti modal
fisik, geografi, dan sumber daya alamdapat mendukung aktivitas perekonomian
daerah yang bernilai tambah.Variabel ini mendukung daya saing daerah melalui
prinsip-prinsip sebagaiberikut:
·
Modal fisik berupa
infrastruktur baik ketersediaan maupunkualitasnya mendukung aktivitas ekonomi
daerah.
·
Modal alamiah baik
berupa kondisi geografi maupun kekayaan alamyang terkandung di dalamnya juga
mendorong aktivitas perekonomiandaerah.
·
Teknologi informasi
yang maju merupakan infrastruktur yangmendukung berjalannya aktivitas bisnis di
daerah yang berdaya saing.
c. Sumber Daya Manusia
Variabel
sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untukmengukur ketersediaan dan
kualitas sumber daya manusia. Faktorsumber daya manusia ini mempengaruhi daya
saing daerah berdasarkanprinsip-prinsip berikut:
·
Angkatan kerja dalam
jumlah besar dan berkualitas akanmeningkatkan daya saing suatu daerah.
·
Pelatihan dan
pendidikan adalah cara yang paling baik dalammeningkatkan tenaga kerja yang
berkualitas.
·
Sikap dan nilai yang
dianut oleh tenaga kerja juga menetukan dayasaing suatu daerah.
·
Kualitas hidup
masyarakat suatu daerah menentukan daya saingdaerah tersebut begitu juga
sebaliknya.
2.4Indikator Penentu Daya Saing Daerah
Variabel
daya saing daerah kota di Jawa Tengah yang digunakan dalampenelitian ini adalah
Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, serta Sumber Daya
Manusia. Masing-masing variabel berisi indikator-indikatorpenentu daya saing.
Indikator Perekonomian Daerah antara
lain Produk Domestik RegionalBruto, Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB per Kapita,
Tabungan, Laju PertumbuhanTabungan, Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor
Industri, Laju PertumbuhanSektor Jasa, Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor
Pertanian, Pendapatan asliDaerah, dan Realisasi Pajak Daerah.
Sedangkan indikator Infrastruktur
dan Sumber Daya Alam adalahKetersediaan Sumber Daya Lahan, Hasil Sumber Daya
Air, Kualitas Jalan Raya,Jumlah Pelanggan Listrik, dan Persentase Rumah Tangga
Terhadap KepemilikanPesawat Telepon.Untuk variabel Sumber Daya Manusia
indikatornya antara lain AngkaKetergantungan, Tingkat Partisispasi Angkatan
Kerja, Persentase Penduduk UsiaProduktif Terhadap Total Penduduk, Rasio Siswa
Terhadap Sekolah, dan RasioJumlah Pengajar Terhadap Siswa.
BAB III.
PEMBAHASAN
3.1 Kinerja Sektor Pertanian dan Peranannya
dalam Pembangunan
Sektor pertanian merupakan salah
satu tulang punggung perekonomian di Kabupaten Simalungun. Hal ini terlihat
dari peran sektor pertanian dalam struktur perekonomian daerah sebagaimana
tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) dan
penyerapan tenaga kerja.
3.1.1 Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap
Pembentukan PDRB
Sektor pertanian masih menjadi salah
satu sektor strategis dalam perekonomian Daerah yang ditunjukkan oleh
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Simalungun. Nilai PDRB dan kontribusi
PDRB setiap sektor perekonomian disajikan pada Tabel 1. Kontribusi PDRB sektor
pertanian sebesar 57% dari total PDRB untuk seluruh sektor perekonomian di
Kabupaten Simalungun. Apabila melihat perkembangan PDRB dalam rentang tahun
2007 – 2011 maka rata – rata kontribusi PDRB pada sektor pertanian sebesar 57%
dan hal ini selalu konstan sepanjang tahun.
Tabel
1. Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB ADH Konstan Kabupaten
Simalungun 2007 – 2011
No
|
Lapangan Usaha
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
1
|
Pertanian
|
57,76
|
57,62
|
57,81
|
57,75
|
57,67
|
2
|
Pertambangan
dan Penggalian
|
0,37
|
0,37
|
0,37
|
0,36
|
0,36
|
3
|
Industri
Manufaktur
|
15,70
|
15,29
|
14,92
|
14,80
|
14,56
|
4
|
Listrik, Gas
dan Air Bersih
|
0,46
|
0,48
|
0,49
|
0,50
|
0,51
|
5
|
Bangunan
|
1,68
|
1,69
|
1,69
|
1,70
|
1,76
|
6
|
Perdagangan,
Hotel dan Restoran
|
8,06
|
8,10
|
8,11
|
8,21
|
8,26
|
7
|
Pengangkutan
dan Komunikasi
|
2,48
|
2,50
|
2,52
|
2,53
|
2,55
|
8
|
Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
|
1,80
|
1,89
|
1,93
|
2,00
|
2,21
|
9
|
Jasa – Jasa
|
11,69
|
12,07
|
12,15
|
12,14
|
12,13
|
PDRB
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
Sumber : BPS :
Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012
Pengembangan sektor pertanian akan lebih
cepat jika dilakukan terspesifikasi. Sektor pertanian memiliki beberapa
subsector diantaranya yaitu tanaman pangan, perikanan, kehutanan, peternakan
dan tanaman perkebunan. Jika dilihat dari Tabel 2 dibawah ini, dapat dilihat
bahwa sub sektor pertanian terhadap sektor pertanian Kabupaten Simalungun tahun
2007 sampai 2011 ,dibawah ini, dapat dilihat bahwa subsector tanaman pangan
memberikan kontribusi kedua terbesar setelah sub sektor perkebunan.
Tabel
2. Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB ADH Konstan Kabupaten
Simalungun 2007 – 2011
No
|
Lapangan Usaha
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
1
|
Sektor Pertanian
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
|
a. Tan.
Bahan Makanan
|
43,46
|
43,74
|
43,74
|
43,72
|
43,45
|
|
b. Tan.
Perkebunan
|
48,73
|
48,63
|
48,74
|
48,80
|
49,18
|
|
c. Peternakan
dan Hasilnya
|
5,27
|
5,16
|
5,04
|
5,01
|
4,96
|
|
d. Kehutanan
|
1,24
|
1,20
|
1,19
|
1,18
|
1,14
|
|
e. Perikanan
|
1,30
|
1,27
|
1,28
|
1,26
|
1,26
|
Sumber : BPS :
Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012
Peranan besar yang dimiliki sektor
pertanian dalam pertumbuhan PDRB memberikan sinyal positif bagi Kabupaten
Simalungun untuk lebih serius dan secara konsisten menerapkan revitalisasi
pembangunan pertanian terutama dalam memecahkan masalah kemiskinan dan
pengangguran.
Tabel
3. Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Simalungun
Tahun 2011 (%)
Sektor
|
Laju
Pertumbuhan
|
Sumber
Pertumbuhan
|
||
2010
|
2011
|
2010
|
2011
|
|
Pertanian
|
5,01
|
5,65
|
2,89
|
3,26
|
Pertambangan
dan Penggalian
|
4,21
|
5,04
|
0,02
|
0,02
|
Industri
Pengolahan
|
4,29
|
4,10
|
0,64
|
0,61
|
Listrik,
Gas dan Air Bersih
|
6,67
|
8,41
|
0,03
|
0,04
|
Bangunan
|
5,69
|
9,42
|
0,10
|
0,16
|
Perdagangan,
Hotel dan Restoran
|
6,34
|
6,47
|
0,51
|
0,53
|
Pengangkutan
dan Komunikasi
|
5,72
|
6,40
|
0,14
|
0,16
|
Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
|
8,73
|
16,74
|
0,17
|
0,33
|
Jasa
– Jasa
|
5,07
|
5,65
|
0,62
|
0,69
|
Pertumbuhan
PDRB Simalungun
|
5,12
|
5,81
|
5,12
|
5,81
|
Sumber : BPS :
Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012
Tahun 2011 Laju Pertumbuhan PDRB
Simalungun didorong oleh seluruh sektor kegiatan ekonomi dimana sektor
pertanian yang merupakan pendorong terbesar (sumber pertumbuhan terbesar) yang
mencapai 3,26% disusul oleh sektor jasa-jasa 0,69% dan sektor industri 0,61%.
Tahun 2010 sumber pertumbuhan dari sektor jasa – jasa berada pada urutan ke 3
setelah sektor industri. Hal ini memperlihatkan pertumbuhan sektor jasa – jasa
lebih cepat dibandingkan dengan sektor industri, sementara sumber pertumbuhan
PDRB Simalungun terkecil masih sektor pertambangan dan penggalian serta sektor
listrik, gas dan air bersih masing – masing 0,02% dan 0,04% walaupun kedua
sektor ini mengalami percepatan peretumbuhan masing – masing 4,21% dan 6,67%
pada tahun 2010 menjadi 5,04% dan 8,41% pada tahun 2011.
3.1.2 Kontribusi Sektor Pertanian dalam penyerapan
Tenaga Kerja
Pembangunan ekonomi yang dipilih
saat ini adalah dengan menerapkan “Strategi Tiga Jalur (Triple Tracks Strategy), yakni : stabilitas ekonomi makro;
pengembangan sektor riil, utamanya melalui pembangunan infrastruktur dan
pemberdayaan usaha mikro dan kecil; serta revitalisasi pertanian dan pedesaan
(Krisnamurthi, 2006). Strategi tersebut telah dijadikan panduan dalam
menggerakkan ekonomi melalui berbagai kebijakan pemerintah. Tiga jalur ini
berasaskan pro-growth, pro-employment,
dan pro-poor dalam setiap program
pembangunan ekonomi. Sektor pertanian telah mampu memberikan kontribusi yang
besar dalam penyerapan tenaga kerja. Dalam hal ini sektor pertanian melalui
pendekatan agribisnis menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah
pengangguran yang kian tahun kian meningkat. Masalah pengangguran merupakan
masalah yang secara makro menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasi
dengan memberikan berbagai solusi yang dapat memuaskan seluruh pihak.
Data BPS yang ditunjukkan pada Tabel 4
memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Simalungun Usia 15 Tahun yang bekerja
sebesar 399.401 orang dan 59% (235.460 orang) bekerja pada sektor pertanian,
selanjutnya 19% pada sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (75.874
jiwa).
Tabel
4. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Kerja Tahun 2011 (jiwa)
Sektor
|
Kota
|
Desa
|
Jumlah
|
Pertanian
|
35.397
|
200.063
|
235.460
|
Industri
|
6.842
|
8.804
|
15.646
|
Perdagangan,
Rumah Makan & jasa Akomodasi
|
30.079
|
45.795
|
75.874
|
Jasa
Kemasyarakatan, Sosial dan perorangan
|
19.288
|
19.497
|
38.785
|
Lainnya
|
16.030
|
17.606
|
33.636
|
Jumlah
|
107.636
|
291.765
|
399.401
|
Sumber : BPS :
Statistik Daerah Kabupaten Simalungun 2012
3.2 Produksi dan Produktivitas Komoditi
Pertanian
Nilai produksi beberapa komoditi
pertanian diperlihatkan pada Tabel 5 dimana tanaman padi menyumbang produksi
sebesar 511.044 ton pada tahun 2011 meningkat 12,14% dibandingkan tahun 2010
(455.705). Meningkatnya produksi ini dikarenakan bertambahnya luas panen dan
meningkatnya produktivitas tanaman padi. Kabupaten Simalungun menjadi lumbung
beras Sumatera Utara pada beberapa tahun terakhir dan Kepala Negara sudah
pernah melaksanakan panen perdana terhadap padi sawah, hal ini diikuti oleh
kedatangan Wakil Kelapa Negara untuk acara yang sama pada tahun 2012 silam.
Tabel 5. Statistik Tanaman Pangan di
Kabupaten Simalungun Tahun 2009 – 2011
Uraian
|
2009
|
2010
|
2011
|
Padi
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
97.832
|
93.343
|
96.200
|
b. Produksi
(Ton)
|
460.017
|
455.705
|
511.044
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
47,02
|
43,82
|
53,12
|
Jagung
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
65.820
|
63.712
|
64.935
|
b. Produksi
(Ton)
|
316.336
|
324.655
|
371.062
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
48,06
|
50,95
|
57,14
|
Kedelai
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
602
|
401
|
407
|
b. Produksi
(Ton)
|
632
|
492
|
327
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
10,56
|
12,27
|
8,03
|
Kacang
Tanah
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
4.124
|
4.358
|
1.860
|
b. Produksi
(Ton)
|
4.974
|
5.126
|
1.377
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
12,05
|
11,76
|
7,40
|
Ubi
Kayu
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
14.249
|
12.569
|
11.843
|
b. Produksi
(Ton)
|
358.062
|
332.427
|
327.184
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
251,28
|
264,48
|
276,27
|
Ubi
Jalar
|
|
|
|
a. Luas
Lahan (Ha)
|
3.080
|
4.189
|
3.342
|
b. Produksi
(Ton)
|
35.641
|
51.239
|
34.149
|
c. Produktivitas
(Kuintal/Ha)
|
115,71
|
122,32
|
102,18
|
Sumber : BPS :
Statistik Daerah Kabupaten Simalungun 2012
Hal ini tentunya tidak terlepas dari
peran empat faktor penggerak pembangunan, yaitu sumberdaya alam (pertanian),
sumberdaya manusia (SDM), teknologi serta kelembagaan yang senantiasa
ditingkatkan. Namum demikian upaya peningkatan produksi dan produktivitas harus
senantiasa dilakukan sehingga sektor pertanian akan lebih berperan dalam
perekonomian nasional.
3.3 Peranan baru dan tantangan sektor
pertanian
3.3.1 Peranan Baru Sektor Pertanian
Pertanian dijadikan sebagai way of life dan sumber kehidupan
sebagian besar masyarakat pertanian di pedasaan. Sekitar 45 persen tenaga kerja
kita tergantung dari sektor pertanian primer. Peranan sektor pertanian selama
ini dalam perekonomian secara tradisional kerap hanya dilihat melalui sejauh
mana kontribusinya dalam pembentukan PDRB, penciptaan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa.Peranan baru sektor
pertanian sekarang ini dapat diletakkan dalam kerangka “3F contribution in the economy”, yaitu food (pangan), feed
(pakan) dan fuel (bahan bakar).
Namun, apabila kita tidak mampu mengelola pertanian dengan baik, maka akan
dapat menciptakan jebakan sindrom 3 F, yaitu Food, Feed and Fuel seperti yang diungkapkan oleh
(Putri, 2009).
Peranan pertanian kaitannya dengan “food” adalah sektor pertanian menjadi leading sector dalam pembangunan
ketahanan pangan. Artinya peranan sektor pertanian sangat menentukan
terwujudnya sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas melalui ketersediaan dan
kecukupan pangan baik nabati maupun hewani. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan
pangan tidak lagi diartikan sebagai ketersediaan dan kecukupan pangan tetapi
juga disertai dengan kecukupan protein hewani dan pangan lainnya sesuai dengan
Pola Pangan Harapan (PPH). Sektor peternakan dalam kerangka pembangunan pertanian
dalam arti luas memiliki peranan yang besar dalam menciptakan pangan hewani
bermutu tinggi.
Kaitannnya dengan “feed”, sektor pertanian memiliki peranan
sebagai pemasok terbesar bahan baku utama pakan ternak. Jagung merupakan komoditi
pertanian terbesar yang digunakan untuk pakan ternak ungags. Pakan ternak
ungags menggunakan bahan baku yang berasal dari jagung sebesar ± 60%. Selama
beberapa tahun terakhir ini, jagung digunakan sebagai penghasil sumber energi
terbarukan (renewable) untuk keperluan
bahan bakar (fuel). Hal ini
menunjukkan bahwasektor pertanian telah berperan sebagai penghasil
energi,(biofuel) di amerika (AS) meningkat tajam dari 166 pabrik pada tahun
2006 sekarang meningkat tajam menjadi 429 pabrik biofuel.tidak heran, apabila permintaan energi terbarukan ke depan
dari biomassa seperti biofueljagung
akan semakin meningkat.Presiden Bush menargetkan 20% konsumsi bahan bakar akan
berganti dengan biofuel pada 2017
dimananaiknya harga minyak dunia akan mendorong riset dan pembangunan pabrik biofuel menjadi feasible.
Besarnya peranan sektor pertanian
termasuk di dalamnya aspek food
(pangan),feed (pakan)dan fuel (bahan bakar) menunjukan bahwa
eksistensi sektor pertanian telah mampu menciptakan rantai nilai tambah bisnis
yang berasal dari lahan usaha hingga makanan yang siap saji(from farm to table bussiness).sektor
pertanian tidak hanya berkaitan dengan on-farmsaja
namunlingkup sektor pertanian juga berkaitan dengan off-farm,baik hulu hingga hilir.hal ini memperlihatkan bahwa sektor
pertanian memiliki peran yang strategis untuk mewujudkan pembangunan secara
komperehensif sehingga pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan sekaligus
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
3.3.2 Tantangan Sektor Pertanian
Tidak dapat dielakkan
sektor pertanian juga mengalami berbagai permasalahan dan tantangan yang
dihadapi.hal ini tidak terlepas dari beberapa hambatan dalam pengembangan
pertanian di Negara-negara berkembang antara lain : pertama,belum terciptanya efisiensi teknis dan
ekonomis usaha pada sektor pertanian sehingga rendahnya daya saing komoditi
pertanian.kedua,kondisi
politik,ekonomi dan keamanan yang masih tidak menentu sehingga tidak konduksif
bagi para investor untuk menanamkan modal pada sektor pertanian.ketiga,kondisi infrastruktur yang buruk karena
pada dasarnya pembangunan tingkat output sektor pertanian sangat tergantung
pada infrastruktur yang baik. keempat,kualitas sumber daya
manusia atau (SDM)yang relatif rendah.kelima,kebijakan pemerintah belum
berpihak pada sektor pertanian walaupun revitalisasi pertanian sudah
dicanangkantetapi di lapangan masih terlihat adanya inkonsistensi kebijakan (policy inconsistency).
3.4 Tinjauan Konseptual Tentang Daya Saing
dan Pengukurannya
Sebagian pakar mengemukakan bahwa konsep
daya saing (competitiveness) berpijak
dari keunggulan komparatif (comparative
advantage), hal ini seperti diungkapkan Ricardo yang merupakan konseptor
ekonomi. Namun sebagian pakar lain mengemukakan bahwa konsep daya saing (competitiveness) atau keunggulan
kompetitif (competitive advantage)
bukan merupakan konsep ekonomi melainkan konsep politik dan atau konsep bisnis
yang digunakan sebagai dasar bagi banyak analisis strategis untuk meningkatkan
kinerja perusahaan.
Menurut Simatupang (1991) serta
Sudaryanto dan Simatupang (1993) konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran
daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai
apabila perekonomian tidak mengalami distrosi sama sekali. Komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efesiensi secara
ekonomi.Keunggulan kompetitif atau (revealed
competitive advantage/RCA) merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada
kondisi perekonomian actual dimana terkait dengan konsep keunggulan komperatif adalah
kelayakan ekonomi dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan
finansial dari suatu aktifitas.Sumber distorsi yang dapat mengganggu tingkat
daya saing antara lain adalah(1) kebijakan pemerintah (governmet policy),baik yang bersifat langsung (seperti tarif)
maupun tidak langsung (seperti regulasi); dan (2) distorsi pasar, karena adanya
ketidaksempurnaan pasar (market
imperfection),misalnya adanya monopoli/monopsony domestik.
Dapat terjadi bahwa di tingkat produsen,
suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatifternyata memiliki biaya
oportunitas (opportunity cost) yang
relatif rendah namun ditingkat konsumen karena ia tidak memiliki daya saing
(keunggulan kompetitif) sebagai akibat dari adanya distorsi pasar dan/atau
biaya transaksi yang tinggi atau hal sebaliknya yang dapat terjadi karena
adanya dukungan (campur tangan) kebijakan pemerintah.
3.5 Strategi
Peningkatan Daya Saing Pertanian
3.5.1 Peningkatan Efesiensi dan Produktivitas
Esensi dari daya saing
suatu industri,perusahaan atau komoditas adalah efesiensi dan produktivitas sumber
pertumbuhan produksi pertanian berasal dari pengembangan luas areal tanam dan
peningkatan produktivitas pertumbuhan produksi pertanian melalui perluasan areayang
semakin terbatas di pulau jawa namun masih terbuka secara luas untuk luar pulau
jawa. Sementara itu sumber pertumbuhan pruduktivitas sebagai komoditas
pertanian masih ada ruang yang cukup luas baik di pulau jawa maupun di luar
pulau jawa. Hal tersebut dapat ditunjukan masih tingginya kesenjangan
produktifitas antar lokasi atau wilayah dalam agroekologi yang sama.
Sumber
pertumbuhan produktivitas, antara lain adalah (coelli et.al; 1998): perubahan teknologi (technical change, TC) dan efesiensi teknis (tehnical effesiensi, TE) dan skala usaha (economic of scale).
3.5.2 Investasi
Faktor Penting Dalam Meningkatkan Daya Saing Pertanian
Iklim
investasi mencerminkan sejumlah faktor yang dikaitkan dengan lokasi tertentu
yang membentuk kesempatan dan intensif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha
atau investasi secara produktif dan berkembang. Beberapa faktor yang sangat
berpengaruh pada baik tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia adalah tidak
hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial,tetapi juga stabilitas
ekonomi,kondisi infrastruktur dasar (listrik,telekomunikasi dan prasarana jalan
dan pelabuhan),berfungsinya sektor pembiayaan dan sektor pembiayaan dan pasar
tenaga kerja (termasuk isu-isu ketenagakerjaan),regulasi,perpajakan,birokasi
(dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk koropsi,konsistensi dan kepastian dalam
kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
keuntungan kegiatan investasi,hak milik (property
rights) mulai dari tanah sampai kontrak dan penegakan hukum (law enforcement).
Indonesia
sebagai Negara transforming countries dicirikan
dengan sebagian besar petani menggarap yang kurang dari setengah hektar lahan dan
hasil panen tradisional hanya
menyediakan sedikit peluang menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan pendapatan. Adapun strategi baru yang seyogyanya
diadopsi oleh pemerintah kita adalah
perubahan orientasi pembangunan pertanian yang selama ini terfokus pada
tanaman bernilai rendah (low-value
commodities) ke yang bernilai tinggi (high-value
commodities), dari orientasi pasar domestik ke pasar internasional, dari
pertanian on farm ke agribisnis dan
agroindustri di pedesaan yang menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi.
Hal
ini tentu menjadi gambaran keadaan pertanian di Kabupaten Simalungun, dimana
sebagian besar kebijakan publik mengenai pertumbuhan sektor pertanian masih
berada dipusat sehingga apapun rencana strategis yang disusun pada pemerintah
pusat akan mempengaruhi susunan rencana strategis pada setiap daerah otonom. Sebagai
contoh, apabila Negara merumuskan suatu formula tentang sprint race masterplan of agriculture development yang
dituangkan dalam peraturan pemerintah maka setiap daerah otonom akan
mengaplikasikan dalam berbagai peraturan daerah yang mendukung keputusan
pemerintah pusat.
3.5.3 Transformasi
Pertanian
Pembangunan pertanian yang
berkelanjutan dapat diwujudkan melalui peningkatan daya saing sektor
pertanian,baik on-farm maupun off-farm.Tentunya peningkatan daya saing
sektor pertanian harus dapat menyentuh hingga ke tingkat petani. Pembangunan
pertanian yang berdaya saing dapat
dilakukan dengan menerapkan transformasi
pertanian itu sendiri.Hal ini disebabkan
karena pembangunan pertanian pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi
pertanian, yaitu suatu proses perubahan bukan hanya pergeseran sektoral (primer-sekunder-tersier atau
pertanian-industri-jasa) namun juga perubahan dinamika sosial ekonomi
masyarakat secara keseluruhan. Sebagai Negara agraris sebagian besar penduduk pedesaan
di Indonesia menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian.
Kata transformasi diambil dari
terjemahan kata transformation yang
dapat diartikan sebagai proses perubahan. Dalam arti yang luas transformasi
mencakup bukan saja perubahan pada bentuk luar namun juga pada hakikat atau
sifat dasar, fungsi dan struktur atau karakteristik perekonomian suatu
masyarakat.Transformasi pertanian atau agribisnis di pedesaan dapat diartikan
sebagai perubahan bentuk,ciri,strukturdan kemampuan sistem pertanian yang dapat
menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, danmenyehatkan perekonomian
masyarakat pedesaan.
Transformasi masyarakat pedesaan
dapat dipandangsebagai proses moderisasi atau pembangunan.Dalam pembangunan,
sektor pertanian atau kegiatan agribisnis dapat di pandang sebagai leading sector-nya.Pranadji(1995)menjelaskan
tentang transformasi ekonomi pertanian yang berciri budaya
tradisional/subsisten ke yang berciri budaya modern/komersial. Transformasi
pertanian di pedesaan merupakan respons dan antisipasi terhadap tuntutan kemajuan
untuk hidup lebih baik dalam globalisasi pasar.
Penerapan transformasi pola
pertanian tradisional harus menyadari bahwa upaya menyesuaikan stuktur
pertanian dalam rangka memenuhi tuntutan atau permintaan bahan pangan yang
semakin meningkat harus meliputi perubahan-perubahan yang mempengaruhi seluruh
struktur sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan. Maka dari itu,
faktor–faktor yang butuhkan “to get agriculture
moving “ antara lain adalah kombinasi antara teknologi yang tepat,
kelembagaa pedesaan yang fleksibeldan orientasi
pasar yang memungkinkan petani memperoleh imbalan yang memadai dari
upaya yang telah dikeluarkannya.
Transformasi pertanian tentunya berkaitan
dengan peningkatan produktivitas pertanian,penggunaan sumber daya yang
dihasilkan untuk pembangunan diluar
sektor pertanian serta integrasi pertanian dengan ekonomi nasional melalui pengembangan
infrastrukturdan akses pasar. Transformasi pertanian diterapkan tidak lain untuk
mewujudkan sektor pertanian dan pedesaan yang maju,modern,dan mampu memberi
kesejahteraan bagi para pelakunya.Tentunya penerapan transformasi pertanian diperlukan upaya-upaya
yang terstruktur dan terukur.Berbagai upaya tersebut tentunya perlu di petakan
dalam dimensi waktu menurut prioritas dan kepentingannya.Ada upaya–upaya yang
memang perlu dilakukan secara terus menerus(rutin) dan ada upaya yang harus
selesaipada kurun waktu tertentu. Upaya–upaya jangka pendek perlu di identifikasi
untuk diletakkan secara harmonis menjadi kesatuan dengan upaya–upaya yang
bersifat jangka menengah dan jangka panjang,sehingga terlihat kesinambungan
antara masa kini dan masa depan.
Upaya peningkatan kesejahteraan petani
melalui transformasi pertanian dapat diringkaskan kedalam dua kelompok agenda
besar,yaitu : (a) perbaikan dan peningkatan pengusaha petani terhadap aset
atau tanah pertanian dan (b) peningkatan nilai produk yang dihasilkan per
satuan aset yang dikuasai.
Untuk perbaikan dan peningkatan penguasaan
petani terhadap aset pertanian maka agenda kedepan yang dapat dilakukan antara
lain adalah :
1. Secara
konsisten melaksanakan reformasiagraria yang memungkinan petani dapat
memperoleh akses yang lebih luas terhadap sumberdaya lahan dan pertanian.
2.
Memperluas kesempatan
kerja diluar usaha tani melalui pengembangan agroindustri di pedesaaan yang
berbasiskan sumber daya lokal serta pengembangan industri yang bersifat pada
tenaga kerja (labor intensive) yang
mampu menyerap kelebihan tenaga kerja sektor pertanian.
3.
Memperbaiki akses
petani terhadap sumber–sumber pembiayaan baik untuk investasi maupun modal
kerja.
4.
Memperbaiki prasarana
dan sarana pertaniaan dan pedesaan yang memungkinkan lahan–lahan yang selama
ini tidak produktif (terbengkalai) dapat diusahakan oleh petani.
5.
Meningkatkatkan
pendidikan dan kesehatan anggota rumah tangga petani sehingga keluarga tani
mampu mengadopai teknologi yang lebih menguntungkan dan mampu memperoleh
kesempatan yang lebih luas untuk berkompetisi dan memperoleh pendapatan dari
luar usaha tani atau pun dariluar pertanian.
Sedangkan peningkatan nilai produk dari
setiap satuan aset yang digunakan dapat di tempuh dengan perbaikan
produktivitas, perbaikan kualitas dan peningkatan harga per satuan produk yang
di terima petani.Agenda lain dapat di lakukan antara lain adalah :
1. Memperbaiki
dan meningkatkan teknologi di setiap tahapan produksi yang memungkinkan
peningkatan kuantitas dan kualitas produksi per satuan aset ataupun per satuan
tenaga kerja.
2. Memperkuat
kelembagaan yang memungkinkan terjadinya transfer teknologi dengan benar dan
cepat.
3. Memperbaiki
kualitas dan meningkatkan kuantitas ketersediaan sarana produksi pertanian.
4. Memperbaiki
dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi pertanian dan akses pada
pembiayaan untuk modal kerja.
5. Meningkatkan
kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian dan pedesaan.
6. Mengurangi
resiko harga yang dihadapi petani, baik harga ouput maupun input pertanian
melalui kebijakan yang tepat.
7. Meningkatkan
pendidikan dan kesehatan bagi petani sehingga petani mampu memanfaatkan peluang
– peluang yang memungkinkan untuk meningkatkan nilai produksi per satuan aset
yang diusahakannya.
8. Menghapuskan
berbagai pungutan yang membebani produk pertanian, terutama pungutan liar
ataupun menurunkan daya saing.
9. Meningkatkan
kerjasama antar daerah otonom dalam mengelola sumber daya alam.
10. Melindungi
petani dari persaingan yang tidak sehat dan tidak adil. Berbagai program dan
kebijakan tersebut akan sulit memperoleh hasil yang memuaskan apabila
lingkungan ekonomi yang bersifat makro tidak mendukung. Kebijakan moneter
(nilai tukar, suku bunga maupun inflasi) dan kebijakan fiskal (pajak, tarif
maupun subsidi) perlu memperhitungkan dampaknya bagi pembangunan pertanian dan
pedesaan.
3.5.4 Pentingnya Kebijakan yang Kondusif Dalam
Meningkatkan Daya Saing Pertanian
Berdasarkan masalah dan
penyebab masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha agribisnis (mencakup
pertanian skala kecil) yang berdaya saing maka disusun pokok-pokok kebijakan
sebagai berikut
1. Kebijakan-kebijakan
yang ditujukan untuk mengurangi distorsi pasar, baik distorsi karena
ketidaksempurnaan pasar maupun distorsi kebijakan pemerintah baik pusat maupun
daerah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
2. Kebijakan-kebijakan
yang berpihak pada petani baik kebijakan bersifat insentif (perlindungan
melalui kebijakan tarif) maupun domestic
support berupa subsidi input, pengembangan infrastruktur pertanian di
pedesaan, infrastruktur pemasaran, penelitian dan pengembangann serta kemudahan
eksport.
3. Peningkatan
akses pelaku agribisnis terhadap pembiayaan usaha agribisnis. Salah satu
hambatan pokok petani Indonesia dalam mengembangkan usaha pertanian yang
berdaya saing adalah terbatasnya modal dan lemahnya akses terhadap sumber daya
permodalan. Dalam upaya mengatasi permodalan petani, perlu dikembangkan
Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), serta mewujudkan lembaga keuangan mikro
di pedesaan yang tidak mensyaratkan adanya collateral, dengan memanfaatkan
sumber dana yang berasal dari program-program pemerintah. Hal ini juga harus
disertai dengan kegiatan pengembangan kelembagaan petani, dan peningkatan
kualitas SDM petani/kelompok usaha.
4. Peningkatan
akses terhadap informasi pasar. Pemasaran produk pertanian merupakan aspek
penting dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing. Dengan demikian, guna
mengembangkan usaha agribisnis perlu ditempuh kegiatan-kegiatan yang mampu
mendorong peningkatan pemasaran produk-produk pertanian baik dalam bentuk bahan
mentah/segar maupun dalam bentuk hasil olahan.
5. Mempercepat
penyampaian inovasi teknologi pertanian ke pelaku agribisnis. Pengembangan
agribisnis perlu didukung oleh teknologi sehingga diseminasi inovasi teknologi
harus dipercepat agar dapat memberikan hasil yang optimal.
6. Peningkatan
kapasitas usaha pelaku agribisnis dan mutu produk. Untuk mengurangi kehilangan,
meningkatkan mutu hasil dan nilai tambah produk pertanian serta penanganan
pemasaran perlu dikembangkan dalam hal sarana penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil, pembinaan-pembinaan dan pelatihan-pelatihan bagi pelau usaha
agribisnis/kelompok usaha.
7. Penguatan
lembaga penyuluh pertanian. Dalam rangka revitalisasi penyuluhan maka kegiatan
diarahkan pada pengembangan dan pemetaan lembaga penyuluhan, pelatihan dan
pendampingan, penumbuhan tenaga penyuluh kontrak/swakarsa serta perbaikan
metodologi penyuluhan di era otonomi daerah.
Di tingkat pedesaan perlu dikembangkan “village centre for agribusiness” yang merupakan pusat pelayanan
informasi dan teknologi.
BAB IV.
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Sektor
pertanian masih menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian
Indonesia, yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten
Simalungun. Selain itu peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja
sebesar 59%(235.460 orang ) yang bekerja pada sektor pertanian. adapun besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan
tenaga kerja tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih bersifat
padat karya (labor intensive) dan
berimplikasi pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.
b. Peranan
baru sektor pertanian sekarang ini dapat diletakkan dalam kerangka “3 F contribution in the economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan fuel
(bahan bakar). Peranan pertanian kaitannya dengan “food” adalah sektor pertanian menjadi leading sector dalam
pembangunan ketahanan pangan. Artinya peranan sektor pertanian sangat
menentukan terwujudnya sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Kaitannya
dengan “feed” adalah sektor pertanian
memiliki peranan sebagai pemasok terbesar bahan baku utama pakan ternak. selama
beberapa tahun terakhir ini, jagung digunakan sebagai penghasil sumber energi
terbarukan (renewable) untuk
keperluan bahan bakar (fuel). Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian telah berperan sebagai penghasil energy (biofuel).
c. Daya
saing (competitiveness) dapat ditinjau dari banyak perspektif. Daya saing dapat
diartikan dalam perspektif konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) dari Ricardo yang merupakan konsep ekonomi. Sementara
itu, daya saing juga dapat diartikan dalam perspektif keunggulan kompetitif (competitive advantage). Konsep
keunggulan kompetitif ini bukan merupakan konsep ekonomi semata, tetapi juga
merupakan konsep politik dan atau konsep bisnis yang digunakan sebagai dasar
bagi banyak analisis strategis untuk meningkatkan kinerja industri.
Perkembangannya selanjutnya dimana para ekonom mengartikan keunggulan
kompetitif sebagai hasil kombinasi dari adanya distorsi pasar dan keunggulan
komparatif (comparative advantage).
Daya saing didefenisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri atau
perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang
berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah
dari penerimaan sumber daya yang digunakan.
d. Peran
pemerintah dalam meningkatkan daya saing pertanian harus mengarah pada
penciptaan iklim usaha yang kondusif sehingga mampu merangsang investor baik
domestik maupun asing. Hal ini dapat dilakukan dengan menjamin keamanan dan
dukungan infrastruktur penunjang lainnya seperti infrastruktur publik (jalan,
sarana dan prasarana produksi lainnya seperti air, listrik dan infrastruktur
penelitian (R&D)) yang mendukung investasi. Pembangunan infrastruktur dapat
dianggap sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja
baru. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur tidak hanya terbatas dalam
membangun jalan bebas hambatan atau pelabuhan tetapi harus difokuskan kepada
pembangunan infrastruktur pertanian.
2. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan mengenai pengembangan
daya saing daerah sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat maka
dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
a. Revitalisasi
pemahaman amanat konstitusional terkait dengan daya saing sudah sangat mendesak
dilakukan.
b. Eksplorasi
sebanyak mungkin inisiatif daerah sangat penting untuk memberikan keyakinan
bahwa peningkatan daya saing nasional melalui peningkatan daya daerah dalam
kerangka otonomi daerah bukankah sesuatu yang mustahil, sekaligus sebagai lesson
learned bagi segenap penyelenggara pemerintahan daerah.
c. Kebijakan
berskala nasional yang akurat sangat mendesak terkait dengan pelaksanaan amanat
Pasal 2 ayat 3 UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
BPS.
2012.
Krisnamurthi,
Bayu. 2006. Revitalisasi Pertanian : Sebuah
Konsekuensi Sejarah dan Tuntutan Masa Depan. Revitalisasi Pertanian dan
Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Krisnamurthi,
Bayu. 2009. Pengembangan Agribisnis Buah
Indonesia : Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian bogor.
Pranadji,
T. 1999. Perekayaan Sosio – Budaya Dalam
Percepatan Transformasi Masyarakat Pedesaan Secara Berkelanjutan. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Putri,
E. I. K, 2009. Ancaman dan Solusi atas
Krisis Pangan, Energi dan Air serta Peran Keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan dalam Mengatasi Krisis Tersebut. Orange Book. Pembangunan
Ekonomi Berkelanjutan Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. IPB Press.
Ranchman,
B., P. Simatupang dan T. Sudaryanto. 2004. Efisiensi
dan Daya Saing Usahatani Padi dalam Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani
Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Saptana,
Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I. Sadikin dan S. Friyatno, 2001. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas
Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian.
Sudaryanto,
T dan P. Simatupang, 1993. Arah
Pengembangan Agribisnis : Suatu Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding
Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar