Oleh :
Teti Rosita Nasution
NIM: 137003013
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan
pemerintah daerah, sesuai dengan UUD 1945, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraaan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah.
Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam
mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan
tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional (Abdullah, et al.,
2002). Oleh karena itu perlu dipahami bahwa Proses menuju kemandirian suatu
daerah dalam era globalisasi saat ini tidaklah terlepas dari perlu adanya daya
saing dalam membentuknya.
Secara konsep, daya saing menunjukkan kemampuan suatu daerah
dibandingkan dengan daerah lain dalam menetapkan strategi yang tepat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Daerah harus mencari dan mengenal
potensi yang akan dikembangkan dan dapat berdampak pada meningkatnya
kesejahteraan masyarakat setempat. Apalagi dengan semakin terbukanya pasar
bebas yang memungkinkan produk impor masuk ke daerah-daerah, tentunya
usaha-usaha yang dilakukan daerah harus lebih nyata dan terukur. Ukuran
keberhasilannya adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dari waktu ke
waktu. Setiap daerah dituntut untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif yang
dapat menciptakan ide-ide baru, perbaikan-perbaikan yang dapat mendorong
tumbuhnya usaha-usaha baru, industri baru, lapangan kerja baru dan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Salah satu variabel yang dapat dikaitkan dengan daya saing daerah
adalah infrastruktur dan Sumber Daya Alam. Infrastruktur merupakan salah satu
aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan daerah.
Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak
pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur, salah satunya adalah
jalan.
Sumber daya alam dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
disediakan oleh alam semesta yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan sifatnya Sumber daya alam alam itu
sendiri terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
1.
Sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable
resources) adalah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali
keberadaannya oleh manusia. Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat
dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non-hayati.
2.
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (Unrenewable
resources) adalah sumber daya alam yang jika dipakai terus menerus akan
habis dan tidak dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia.
Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan 1 (satu) dari 33 (tiga puluh
tiga) kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara, terbentuk
berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2008. Kabupaten
Labuhanbu Utara merupakan satu daerah yang berada pada wilayah Pantai Timur
Sumatera Utara berbatasan langsung dengan selat malaka.
Dilihat dari kondisi fisik wilayahnya, Kabupaten Labuhanbatu Utara
terdiri dari 2 (dua) wilayah, yakni wilayah dataran dan wilayah pesisir.
Wilayah dataran terdiri dari 6 (enam) Kecamatan : Kualuh Hulu, Kualuh Selatan,
Aek Natas, Aek Kuo, Merbau dan NA IX-X, sedangkan wilayah pesisir terdiri dari
2 (dua) kecamatan, yakni : Kecamatan Kualuh Leidong dan Kecamatan Kualuh Hilir.
Ditinjau dari kondisi wilayahnya, bisa dipastikan Kabupaten
Labuhanbatu Utara memiliki beberapa potensi Sumber Daya Alam (SDA) baik yang
berasal dari wilayah daratan maupun wilayah pesisir.
Terbentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara pada Tahun 2008 merupakan
titik awal terbentuknya daerah ini menjadi salah satu daerah otonom di Provinsi
Sumatera Utara. Sebagai daerah otonom baru, Kabupaten Labuhanbatu Utara menggunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya. Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh UU ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam
penguasaan Sumber Daya Alam yang ada,
prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberi konsekuensi pada pemerintah daerah
untuk mengelola sumberdaya alamnya sendiri. Dengan memiliki kekayaan sumber daya
alam, diharapkan Kabupaten Labuhanbatu Utara dapat meningkatkan perekonomian
wilayahnya dan tercapainya masyarakat yang sejahtera serta dapat meningkatkan
daya saing daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Sumber daya alam
yang melimpah bukan suatu jaminan bagi suatu daerah untuk meningkatkan
perekonomian wilayahnya, dibutuhkan komitmen yang kuat, seperti dukungan
infrastruktur serta mampu milihat peluang dan pangsa pasar bagi pemasaran
produk-produk ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Sebagai salah satu program dari Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei diharapkan mampu menjadi media yang
memfasilitasi pembangunan ekonomi melalui sektor industri. Pengembangan kawasan
industri ini tentunya diharapkan akan memberikan hasil berupa akselerasi
pertumbuhan perekonomian, baik dalam lingkup daerah maupun nasional.
Salah satu peluang market Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sei Mangkei, adalah industri berbasis pengolahan kelapa sawit, diharapkan bagi
pengembangan industri hilir
kelapa sawit dan crude palm oil (CPO) atau
minyak sawit mentah.
Kabupaten Labuhanbatu Utara termasuk wilayah unggul
penghasil komoditi kelapa sawit dan memiliki beberapa industri pengolahan CPO.
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei diharapkan dapat menjadi
fasilitas pemasaran komoditi sawit serta produk-produk ekonomi lainnya yang
menjadi sektor unggulan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Berdasarkan permasalahan
diatas, diperoleh beberapa kesimpulan perumusan masalah pada kajian
Pengembangan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Sebagai Upaya Peningkatan Daya
Saing Kabupaten Labuhanbatu Utara :
1.
Bagaimana dukungan infrastruktur terhadap pengembangan sumber daya
alam di Kabupaten Labuhanbatu Utara?
2.
Bagaimana tingkat daya saing Kabupaten Labuhanbatu Utara di
Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitis yaitu kombinasi
dari metode deskriptif dan metode analitis. Metode analitis bertujuan menguji
kebenaran hipotesis dan metode deskriptif bertujuan memperoleh deskripsi yang
terpercaya dan berguna. Penelitian deskriptif yang baik merupakan bahan yang sangat
diperlukan untuk penelitian analitis. Penelitian analitis tentulah akhirnya
untuk membuat deskripsi baru yang lebih sempurna (Soeratno dan Arsyad, 1995).
1.3.1 Data dan
Sumber Data
Data yang
digunakan didalam kajian ini adalah data sekunder dengan pengelompokan komoditi
tanaman pangan, palawija, hortikultura dan perkebunan. Adapun sumber data
adalah data dari Labuhanbatu Utara Dalam Angka Tahun 2012.
1.3.2 Analisis Data
Analisis data
yang digunakan menggunakan analisa Location Question (LQ) untuk menganalisa
keunggulan komperatif wilayah dan analisa shift-Share untuk analisis keunggulan
kompetitif.
1.
Analisa Location Location/LQ (Keunggulan
Komparatif)
Analisis LQ merupakan metode untuk
mengukur keunggulan komparatif wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk
membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total
aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio
persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase
aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Persamaan dari LQ ini adalah :
LQij = Xij
/ Xi.
X.j / X..
Dimana :
Xij
= derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i
Xi.
= total aktifitas di wilayah ke-i
X.j
= total aktifitas ke-j di semua wilayah
X..
= derajat aktifitas total wilayah
Perumusan LQ
akan memberikan alternatif nilai, yaitu : LQ>1, LQ<1 dan LQ = 1, jika
memakai produksi sebagai bahan pertimbangan dalam perhitungan LQ, maka :
·
Jika nilai LQij > 1, mempunyai
arti komoditas tersebut merupakan sektor basis. Produksi komoditas yang
bersangkutan sudah melebihi kebutuhan konsumsi didaerah dimana komoditas
tersebut dihasilkan dan kelebihannya dapat dijual ke luar daerah.
·
Jika nilai LQij = 1, mempunyai arti
produksi komuditas tersebut hanya cukup untuk kebutuhan daerah setempat.
·
Jika nilai LQij < 1, mempunyai
arti produksi komuditas tersebut belum mencukupi kebutuhan daerah tersebut,
belum mencukupi konsumsi daerah tersebut dimana pemenuhannya didatangkan
didaerah lain.
2.
Analisis Shift-Share (analisis keunggulan
kompetitif wilayah)
Mengukur keunggulan komparatif saja
tidak cukup. Harus ada pengukuran keunggulan kompetitifnya melalui Shift-Share
Analysis. Shift-Share Analysis sendiri merupakan salah satu dari sekian
banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu
lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi dalam dua titik waktu.
Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu
aktifitas di suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di wilayah
total. Analisis shift-share mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya
pertumbuhan aktifitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan
dari 3 komponen hasil analisis, yaitu :
a. Komponen laju pertumbuhan total (komponen
share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik
waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.
b. Komponen
pergeseran proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan
dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika
sektor/aktifitas total dalam wilayah.
c. Komponen pergeseran diferensial (komponen diferential shift).
Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness)
suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas
tersebut dalam wilayah.
Dimana :
A =
komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift
X.. = nilai total aktifitas dalam total wilayah
Xi = nilai total aktifitas tertentu dalam
total wilayah
Xij = nilai aktifitas tertentu dalam unit
wilayah tertentu
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
3. Analisis Infrastruktur, menggunakan
analisis pembobotan pada masing-masing kecamatan dengan variable panjang jalan
perluas wilayah dan kondisi jalan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Daya
saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) adalah
kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang
tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional.
Sementara itu Centre for Urban and Regional Studies (CURDS)
mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau
perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta
tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya (Abdullah, 2002).
Dalam mendefinisikan daya saing
perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih
mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada
“kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.
2.
Pelaku ekonomi (economic agent)
bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan
lain-lain. Semuanya terpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa
memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perkonomian, fokus
perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga
luasnya cakupan konsep daya saing.
3.
Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya
daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat
kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of
living) adalah konsep yang maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam
sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya
satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa daya saing daerah adalah
“Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan
yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional” (Abdullah, 2002).
Variabel
penentu daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber
Daya Alam, dan Sumber Daya Manusia.
Masing-masing indikator di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Perekonomian Daerah
Perekonomian
daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah)
yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi,
kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja
ekonomi makro mempengaruhi
daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut :
§ Nilai
tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknyadalam jangka pendek.
§ Akumulasi
modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.
§ Kemakmuran
suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
§ Kompetisi
yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah.
Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin
kompetitif perusahaanperusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun
domestik.
b. Infrastruktur
dan Sumber Daya Alam
Infrastruktur
dalam hal ini merupakan variabel dimana seberapa besar sumber daya seperti
modal fisik, geografi, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas
perekonomian daerah yang bernilai tambah. Variabel ini mendukung
daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut:
§ Modal
fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung
aktivitas ekonomi daerah.
§ Modal
alamiah baik berupa kondisi geografi maupun kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.
§ Teknologi
informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktivitas
bisnis di daerah yang berdaya saing.
c. Sumber
Daya Manusia
Variabel
sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan
kualitas sumber daya manusia. Faktor sumber daya manusia ini mempengaruhi daya
saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
§ Angkatan
kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu
daerah.
§ Pelatihan
dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja
yang berkualitas.
§ Sikap
dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan daya saing suatu daerah.
§ Kualitas
hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga
sebaliknya.
III. PEMBAHASAN
3.1
Ketersediaan Infrastruktur
Salah
satu infrastruktur yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan daya saing
suatu daerah adalah jaringan jalan, baik ketersediaan maupun kualitas dari jaringan
jalan itu sendiri.
Sampai
dengan tahun 2013 panjang jaringan jalan di Kabuapten Labuhanbatu Utara
sepanjang 2.574,95 Km, terdiri dari jalan arteri primer sepanjang 167,50 Km,
jalan arteri sekunder sepanjang 217,80 Km, dan jalan kolektor primer sepanjang
2.189,65 Km. Sedangkan dilihat dari kondisinya, panjang jalan dengan kondisi
baik 1.188,500 Km, kondisi sedang 223,660 Km, kondisi rusak 1.130,490 Km,
kondisi rusak berat 31,300 Km. Lihat Tabel 3.1.
Dari
2.574,950 Km panjang jalan yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara, hanya
50,98 % saja dengan jenis permukaan aspal sisanya adalah kerikil (17,06 %),
Tanah (30,81 %) dan lainnya (1,15 %). Sedangkan dilihat dari kondisi jalannya
untuk kondisi baik hanya 46,16 %, kondisi sedang 8.69 %, Kondisi rusak 43,90 %
dan rusak berat 1,25 %.
Sebagaimana
yang disebutkan, bahwa indikator daya saing dengan variabel infrastruktur
adalah ketersediaan infrastruktur maupun
kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah. Dilihat dari jenis permukaan
dan kondisi jalan, hanya 50 % jaringan jalan tersebut dikatakan layak dan dapat
mendukung aktivitas ekonomi daerah, terutama diwilayah dataran, sedangkan
diwilayah pesisir masih jauh dari kondisi layak. Sumber daya alam wilayah
pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara yang masih dipasarkan melalui daerah lain,
seperti Kota Tanjung Balai, hal ini disebabkan karena aksesibilitas ke kota
tersebut lebih mudah melalui jalur perairan dibandingkan menggunakan jalur
darat.
Fenomena diatas menunjukkan bahwa, peningkatan
infrastruktur, dalam hal ini jaringan jalan sangatlah penting bagi pergerakan
ekonomi terutama bagi wilayah-wilayah terisolir yang memiliki sumber daya alam,
jangan sampai wilayah lain yang menikmati hasil dari Kabupaten Labuhanbatu
Utara yang pada akhirnya akan melemahkan daya saing kabupaten ini.
3.2 Sumber Daya Alam Wilayah
Sumber daya alam
wilayah yang akan dibahas disini, adalah Sumber Daya Alam Pertanian. Kabupaten
Labuhanbatu Utara memiliki beberapa potensi sumberdaya alam pertanian, seperti:
tanaman pangan, meliputi komoditi padi sawah dan padi ladang, tanaman palawija
meliputi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar dan ubi kayu.
Kelompok tanaman hortikultura terdiri dari komoditi sayuran dan buah-buahan
serta kelompok tanaman perkebunan meliputi : komoditi karet, kelapa, kelapa
sawit dan cacao.
Sampai dengan tahun 2012 jumlah produksi
tanaman pertanian tersebut, terdiri dari tanaman pangan 164.628,70 ton, tanaman
palawija 9.460,46 ton, tanaman hortikultura 343,30 ton dan tanaman perkebunan
207.770,84 ton. Lihat Tabel III.1
IV.
ANALISIS
Berdasarkan
analisis LQ yang dilakukan pada sumber daya alam pertanian di Kabupaten
Labuhanbatu Utara diperoleh kesimpulan bahwa, untuk tanaman pangan pangan di
Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan sektor basis (nilai LQ > 1 yaitu 4.76)
dan kelebihan bagi konsumsi wilayahnya. Adapun jenis komoditas tersebut adalah
komoditi padi yang berasal dari Kec. Kualuh Hilir dan Kec. Kualuh Leidong
dimana kedua kecamatan ini merupakan daerah suplus bagi kecamatan lainnya di
Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Sektor basis
selanjutnya adalah komoditi perkebunan, dimana nilai LQ > 1 yaitu 3,84.
Kabupaten Labuhanbatu Utara memang dikenal sebagai wilayah unggul bagi
komoditas perkebunan dengan komoditi kelapa sawit, diikuti oleh karet, kelapa
dan coklat. Sedangkan untuk komoditas palawija dan hortikultura Kabupaten
Labuhanbatu Utara merupakan daerah non surflus dimana kebutuhan konsumsi masih
membutuhkan dari daerah lainnya. Untuk jelasnya lihat Tabel III.2.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis diatas, maka
diperoleh kesimpulan terhadap daya saing Kabupaten Labuhanbatu Utara, antara
lain :
1.
Komoditi Perkebunan merupakan komoditi yang
mendorong perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Utara atau dapat dikatakan sektor Perkebunan surflus di
Kabupaten Labuhanbatu Utara
2.
Selain tanaman perkebunan sektor yang paling
dianggap potensial adalah tanaman pangan dengan komoditas produksi adalah
tanaman padi .
3.
Untuk komoditi palawija nilai Lq yang
ditunjukkan hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri bahkan cenderung import
daerah lainnya
4.
Jaringan jalan yang ada di Kabupaten
Labuhanbatu Utara saat ini masih belum sepenuhnya mendukung perekonomian di
Kabupaten Labuhanbatu Utara, terutama pada wilayah-wilayah terisolir.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Abdullah, P., Alisjahbana, A., Effendi, N., Boediono. 2002. Daya
Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, BPFE Yogyakarta.
2. BPS, 2013, Kabupaten Labuhanbatu Utara Dalam Angka. Tahun 2013, BPS
Labuhanbatu Utara.
3.
Kadariah.
1985. Ekonomi Perencanaan, Lembaga Penerbit FE-UI
4.
Kuncoro
M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi (Bagaimana Meneliti dan Menulis
Tesis), Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar