Sumatera Utara memiliki potensi
sumber daya alam yang mendukung potensi daya saing untuk digali dan
dikembangkan. Untuk itu dari
waktu ke waktu
sumber daya alam harus diatur eksploitasinya sehingga daya dukung
lahan tetap terjaga, baik hulu dan
hilirnya. Sektor pertanian merupakan
salah satu sektor andalan di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama
pangan dan pertumbuhan ekonomi. Andil sektor ini di Indonesia masih dapat
ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena belum optimalnya
penggarapan sampai saat ini. Di masa yang akan datang sektor ini akan terus
menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan
nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk
penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Pada sektor pertanian,
subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran penting melalui kontribusinya
dalam PDB, peningkatan ekspor,
penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah
terutama di luar pulau Jawa.
Sektor Agribisnis Kelapa sawit
dapat juga dikatakan sebagai lokomotif perekonomian Indonesia karena daya
dukung lahan yang memadai ditambah dengan bervariasinya produk turunan dari
komoditi ini. Untuk dapat mengetahui sektor-sektor yang dapat dijadikan sebagai
lokomotif perekonomian Indonesia dapat diperoleh dari data-data tabel
input-output Indonesia yang telah disediakan oleh Biro Pusat statistic (BPS).
Indikator umum yang digunakan oleh para
ahli untuk melihat kemampuan suatu sektor sebagai lokomotif perekonomian adalah
daya penyebaran (backward linkage)
dan daya kepekaan (forward linkage). Daya penyebaran menunjukkan berapa besar
dampak perubahan permintaaan akhir produk agribisnis minyak sawit terhadap
perekonomian secara keseluruhan, Sedangkan daya kepekaan melihat dampak
perubahan permintaan akhir perekonomian secara
keseluruhan terhadap input agribisnis minyak sawit (Sipayung, T). Hasil
analisis tabel input-ouput (BPS 2008) menunjukkan bahwa daya penyebaran
agribisnis minyak sawit sebesar 1,8 dan daya kepekaannya sebesar 0,66. hal ini
menandakan minyak sawit termasuk sebagai lokomotif perekonomian Indonesia.
Sebagai lokomotif perekonomian Indonesia peningkatan permintaan agribisnis
minyak sawit (ekspor,penggunaan output agribisnis minyak sawit untuk sektor
lain/ investasi) akan menarik perumbuhan perekonomian Indonesia secara
keseluruhan termasuk didalamnya agribisnis minyak sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai
peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan Potensi daya saing kelapa
sawit antara lain memberikan manfaat
dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan
baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri
(produksi tahun 2007 sebanyak 16,89 juta ton meningkat menjadi 23,096 juta ton), ekspor
yang menghasilkan devisa (sebesar 7,86 miliar USD pada tahun 2007 meningkat
sangat signifikan menjadi sekitar 17,957 miliar USD) dan menyediakan kesempatan
kerja kepada ± 4,5 - 6 juta orang. (Ditjen Perkebunan 2012).
Produksi minyak sawit terbesar di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera yang kemudian diikuti oleh Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Provinsi Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24,84 % dari produksi nasional pada tahun 2011 sementara Provinsi Sumatera Utara menyumbang minyak sawit sebesar 17,65 % dari produksi nasional dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 13,067 % dari luas areal perkebunan kelapa sawit nasional.
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak jaman penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Sumatera Utara antara lain kelapa sawit, karet, kopi,coklat dan tembakau Deli yang sangat terkenal di Kota Bremen, Jerman.
Pertumbuhan dan Perkembangan
kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara juga menunjukkan trend pertumbuhan yang
selalu positif. Sampai dengan tahun 2011 luas areal kelapa sawit di Provinsi
Sumatera Utara sudah mencapai 1.075 juta
ha dengan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sekitar 15.183 Juta ton/Ha seperti
tertera pada tabel 1 dibawah ini. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan dengan
luas areal areal terbesar di Provinsi Sumater Utara dan merupakan penyumbang kontribusi terbesar dari
sektor pertaian terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.
Sumber : Dis Bun
Provinsi Sumatera Utara
Sumber : Dis Bun Provinsi Sumatera Utara
Luas
tanaman kebun kelapa sawit rakyat di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011
sebesar 405.799,34 Ha dengan produksi 5.428.535,14 ton Tandan Buah Segar (TBS).
Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebar di beberapa wilayah. Kabupaten
Asahan adalah merupakan perkebunan kelapa sawit rakyat terbesar di Provinsi
Sumatera Utara. Di Daerah ini terdapat sebesar 72.046,39 Ha Kebun sawit rakyat
atau 17,75 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara
seperti tertera pada tabel dibawah ini.
II. GAMBARAN UMUM
2.1. Sekilas Tentang Komoditi Kelapa Sawit
Kelapa
sawit adalah tanaman perkebunan/industri
berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal
sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya
sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya,
tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik
Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun
1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun
di Tanah Itam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.
Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq
a. Akar
Kelapa sawit merupakan
tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakar akar)
pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus
dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus
berkembang. Susunan akar kelapa sawit
terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal
ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan
ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar
tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa
mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal.
b. Batang
Tanaman kelapa sawit
umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah
fase muda (seedling) terjadi
pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas).
Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam
tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan. Di batang tanaman kelapa
sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar
terlepas walaupun daun telah kering dan
mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang
akan terkelupas, sehingga batang kelapa
sawit tampak berwarna hitam beruas.
c. Daun
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu
burung atau ayam. Di bagian pangkal
pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya.
Anak-anak daun (foliage leaflet)
tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun
terbentuk lidi sebagai tulang daun.
d. Bunga dan buah
Tanaman kelapa sawit
yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan silang (cross pollination).
Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon
yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk. Buah kelapa
sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap)
dari susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak, kulit biji (endocrap)
atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan
mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
Lembaga (embryo) yang keluar dari
kulit biji akan berkembang ke dua arah, yaitu :
1.
Arah tegak
lurus ke atas (fototropy), disebut
dengan plumula yang selanjutnya akan
menjadi batang dan daun
2.
Arah tegak
lurus ke bawah (geotrophy) disebut
dengan radicula yang selanjutnya akan
menjadi akar.
Plumula tidak
keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder
sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk
memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan
menyerap makanan dari dalam tanah. Buah
yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi
hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah
kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan
(buah leles atau di beberapa tempat disebut gerondolan).
e. Biji
Setiap
jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura
afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1
kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji
tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa sawit
umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat
berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar
perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih
tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.
2.2 Potensi Daya Saing
Perkebunan Kelapa Sawit untuk Pengembangan
Ekonomi Regional
Dalam Potensi Daya Saing
Perkebunan Kelapa Sawit untuk
Pengembangan Ekonomi Regional
Sumatera Utara, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya) mempunyai peran daya
saing yang cukup strategis, karena :
a.
Minyak
sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng dan beberapa produk turunan
lainnya, sehingga kebutuhan akan stabilitas pasokan ikut menjaga kestabilan harga dari minyak
goreng tersebut. Hal ini penting dikarenakan minyak goreng merupakan salah satu dari kebutuhan 9 bahan
pokok kebutuhan masyarakat sehinga
harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat.
b.
Sebagai
salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai
prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak.
c.
Dalam proses
produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.2. Kegunaan
Pada awalnya, produk utama kelapa sawit
adalah inti sawit. Untuk mendapatkan
inti sawit, buah direbus untuk memudahkan pengulitan. Pada saat perebusan,
minyak yang ada dalam serabut sawit terekstrak keluar dan dikutip untuk minyak
badan. Produk utama yang dihasilkan
disamping Crude Palm Oil (CPO), juga Palm Kernel Oil (PKO). Disamping itu,
berbagai hasil samping dan limbah pada proses pengolahannya juga dimanfaatkan.
Pemanfaatannya sebagai berikut :
a.
Produk
Pangan berasal dari Minyak Sawit/ CPO, dan minyak inti
sawit antara lain emulsifier, margarine, minyak goreng, minyak makan merah,
shortening, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, yoghurt,
dll.
b.
Produk
Non Pangan/Oleochemicals berasal dari minyak sawit/CPO
dan minyak inti sawit antara lain senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi,
biodiesel, pelumas, asam lemak sawit, fatty alkohol, fatty amina, senyawa epoksi,
senyawa hidroksi, dll.
c.
Produk
Samping/limbah antara lain, tandan kosong sawit untuk pulp dan kertas, kompos, karbon, rayon; Cangkang untuk bahan bakar dan karbon;
Serat untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; Pelepah dan Batang Sawit untuk
furniture,pulp dan kertas, pakan ternak ; Bungkil
Inti Sawit untuk pakan ternak; Sludge
untuk pakan ternak.
Gambar 1. Produk Turunan Kelapa
Sawit
III. ANALISIS SEKTOR INPUT DALAM MENDUKUNG POTENSI DAYA SAING
3.1.
Analisis
Input Output
Dalam
industry komoditi kelapa sawit ada beberapa sektor yang paling
berperan utama yaitu :
a.
Industri Pembenihan Kelapa Sawit
Seiring dengan perkembangan budidaya kelapa sawit
di Sumatera Utara telah mendorong munculnya industry yang bergerak dalam menyediakan
benih unggul kelapa sawit. Permintaan benih kelapa sawit dalam negeri setiap
tahun selalu meningkat sehingga membuat import benih kelapa sawir juga menurun.
Akan tetpi tidak semua benih yang diimpor tersebut berkualitas seperti yang
diharapkan, untuk itulah Pemerintah perlu mendorong atau membuat suatu regulasi
tentang benih bersertifikat dan unggul.
b.
Industri Pupuk
Terbatasnya pupuk kimia telah mendorong para
petani untuk membuat pupuk alternatif berupa pupuk kompos, hal ini mendorong
petani untuk membuat usaha pnyediaaan pupuk kompos yang berserrtifikat,
disinilah peran pemerintah sebagai pengawas dan sebagai regulator untuk dapat
memuat pelatihan dan bahkan sertifikasi pupuk kompos yang telah dibuat dan
beredar di amsyarakat.
c.
Industri Pestisida dan
Obat-Obatan
d.
Industri Alat-alat dan
Mesin-Mesin Pertanian
3.2.
Keterkaitan
Ke Belakang (backward linkages) dan Ke depan (foreward linkages)
Aktivitas pembangunan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang
melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industri
hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan
kerja serta lapangan usaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang
dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan industry perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industri hilirnya akan mempunyai keterkaitan
ke belakang (backward linkages). Pada
proses kegiatan ini akan muncul antara lain jasa kontruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan
selama proses tersebut. Sedangkan pada kegiatan ekonomi waktu pasca panen dan proses produksi akan mempunyai keterkaitan ke depan (foreward linkages). Proses foreward
linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain:
angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan, industri kecil di
pedesaan yang memproduksi alat produksi pertanian. Semua
aktivitas ini akan meningkatkan indek kesejahteraan masyarakat di daerah
sekitarnya.
Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa
sawit memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi
wilayah sekitarnya. Manfaat kegiatan perkebunan ini terhadap aspek ekonomi
pedesaan, antara lain:
1)
Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
2)
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar;
3)
Memberikan kontribusi terhadap pembangunan regional.
Beberapa kegiatan yang secara langsung
memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar,
antara lain:
1) Kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa;
2) Pembangunan
sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama
sarana jalan darat;
3)
Penyerapan tenaga kerja lokal;
4) Penyuluhan pertanian, kesehatan dan
pendidikan;
5)
Pembayaran kewajiban perusahaan
terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain).
Kegiatan pengusahaan perkebunan kelapa sawit
baik dalam bentuk perusahaan maupun swadaya membutuhkan tenaga kerja langsung
(tidak termasuk skilled-labour) dan tenaga teknis perkebunan dalam
pengelolaannya. Secara ideal tenaga kerja direkrut dari masyarakat sekitar
perkebunan, terutama untuk tenaga kerja teknis perkebunan yang diambil dari
masyarakat desa sekitarnya. Kegiatan perkebunan kelapa sawit ini menyerap
tenaga kerja cukup banyak, di samping itu kegiatannya bersifat manual sehingga
tenaga kerja manusia sangat diperlukan.
Adanya aktivitas kegiatan pembangunan
perkebunan kelapa sawit, khususnya pengadaan sarana prasarana menyebabkan
aktivitas dan mobilitas masyarakat makin tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap
peningkatan kesempatan berusaha terutama dalam bidang jasa dan perdagangan.
Kegiatan pembangunan jaringan jalan juga meningkatkan mobilitas masyarakat,
membantu masyarakat dalam pemasaran hasil pertaniannya. Di samping itu
kebutuhan hidup masyarakat di pedesaan dapat dipenuhi dari hasil pertanian
masyarakat itu sendiri. Pengadaan kebutuhan perusahaan dapat bekerjasama dengan
masyarakat setempat. Ini merupakan salah satu dampak positif terhadap
peningkatan kesempatan berusaha bagi masyarakat sekitar.
Dalam keterkaitan ke depan dengan berkembangnya budidaya kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara juga akan mendorong munculnya industri pengolahan kelapa sawit, ini yang kemudian di sebut sebagai salah satu pembentuk potensi daya saing yaitu dalam bentuk pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS).
Dalam keterkaitan ke depan dengan berkembangnya budidaya kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara juga akan mendorong munculnya industri pengolahan kelapa sawit, ini yang kemudian di sebut sebagai salah satu pembentuk potensi daya saing yaitu dalam bentuk pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS).
Berikut ini adalah Pabrik pengolahan kelapa sawit yang sudah eksis di
Provinsi Sumatera Utara yang tersebar dibeberapa Kabupaten/kota.
Tahun 2010
Sumber : Ditjen Perkebunan, Kementerian
Pertanian
3.3. Multiplier Effect Ekonomi
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di
daerah Sumatera Utara membawa perubahan besar terhadap keadaan masyarakat
pedesaan. Di samping itu dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga merangsang tumbuhnya industri pengolahan yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda
terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan
peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini telah memberikan tetesan
manfaat (trickle down effect),
sehingga dapat memperluas daya
penyebaran (power of dispersion) pada
masyarakat sekitarnya. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit, semakin
terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan
sektor turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan
masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik
untuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Dampak terhadap masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat tempatan.
Begitu juga timbulnya kesempatan berusaha, seperti: membuka kios makanan dan
minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga, serta jasa perbankan. Semuanya ini akhirnya menimbulkan munculnya
pasar-pasar tradisional di daerah
permukiman dan pedesaan. Dengan demikian pendapatan dan tingkat kesejahteraan
masyarakat meningkat demikian juga
potensi daya saing ekonomi regional .
Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama
pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah :
1). Menumbuh kembangkan usaha kelapa sawit di
pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan
kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
2). Menumbuhkan
industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obat-obatan dll) dalam meningkatkan
daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.
Dari potensi yang ada, maka pembangunan
perkebunan kelapa sawit di daerah Sumatera
Utara juga akan membuka peluang pembangunan industri hulu-hilir kelapa sawit,
membuka peluang usaha, tumbuhnya diversifikasi usaha, dan meningkatkan sumber
devisa bagi daerah Sumatera Utara. Pembangunan ini juga akan membuka peluang
kerja dan daya saing di daerah dan akan menumbuhkan sektor ekonomi lainnya yang
pada gilirannya akan memunculkan daerah-daerah baru sebagai pusat-pusat
pertumbuhan wilayah (Almasdi Syahza, 2004).
Pengembangan perkebunan di pedesaan telah membuka peluang kerja bagi masyarakat
yang mampu untuk menerima peluang
tersebut. Dengan adanya perusahaan perkebunan, mata pencaharian masyarakat setempat
tidak lagi terbatas pada sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya,
tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tertier. Bermacam sumber pendapatan yang memberikan andil yaitu
pedagang (dagang barang-barang harian, dagang karet, tiket angkutan dan penjual
es), pegawai (guru, pemerintahan desa), industri rumah tangga (industri tahu,
roti, dan percetakan genteng), buruh kasar, nelayan, pencari kayu di hutan dan
tukang kayu.
Selain besaran jumlah pendapatan pada
masing-masing rumah tangga petani kelapa sawit, hal yang perlu dicermati dalam mengamati dampak pelaksanaan investasi
perkebunan adalah timbulnya usaha-usaha baru yang dikelola oleh masyarakat.
Kegiatan usaha tersebut pada dasarnya merupakan upaya peningkatan daya saing dan pemanfaatan peluang usaha yang tercipta
sebagai akibat adanya mobilitas penduduk, baik yang terpengaruh secara langsung
maupun sebagai akibat usaha yang tercipta oleh adanya pengaruh tidak langsung
dari pembangunan perkebunan yang memungkinkan terbukanya peluang usaha lainnya.
Suatu peluang usaha akan menjadi sumber
pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu
menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan
usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang dan potensi daya
saing akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat
dalam menangkap peluang itu sendiri. Yang kedua adalah kemampuan mengorganisir
sumberdaya yang dimiliki sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial
menjadi usaha yang secara aktual dapat
dioperasionalkan.
Walaupun tidak semua kegiatan perkebunan memberikan atau menyebabkan
timbulnya sumber-sumber pendapatan bagi
masyarakat, namun tergantung kepada jenis investasi perkebunan (inti atau plasma)
dan sektor ekonomi yang akan dilakukan. Investasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh kepada seberapa
besar manfaat kegiatan perkebunan memberi tetesan pada masyarakat
sekitarnya. Kebijaksanaan pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam memperoleh
manfaat dari adanya pembangunan perkebunan sangat berpengaruh. Hal ini akan
menentukan alternative variasi sumber-sumber pendapatan yang muncul kemudian.
Secara umum dapat diungkapkan bahwa dengan
adanya kawasan perkebunan telah menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan
baru yang bervariasi. Sebelum dibukanya kawasan
perkebunan di pedesaan, sumber pendapatan masyarakat relatif homogen, yakni
menggantungkan hidupnya pada sektor primer, memanfaatkan sumberdaya alam yang
tersedia seperti apa adanya tanpa
penggunaan teknologi yang berarti. Data lapangan mengungkapkan pada umumnya masyarakat hidup dari sektor pertanian sebagai
petani tanaman pangan (terutama palawija) dan perkebunan (karet). Pada
masyarakat di sekitar aliran sungai mata pencaharian sehari-hari pada umumnya
sebagai nelayan dan pencari kayu di hutan. Selain teknologi yang digunakan
sangat sederhana dan monoton sifatnya tanpa pembaharuan (dari apa yang mampu
dilakukan). Orientasi usahanya juga terbatas kepada pemenuhan kebutuhan keluarga
untuk satu atau dua hari mendatang tanpa perencanaan pengembangan usaha yang jelas (subsistem).
Kondisi sebelum pembangunan perkebunan dengan setelah
adanya kegiatan perkebunan pendapatan masyarakat semakin beragam. Keragaman ini
semakin memperkuat stabilitas struktur pendapatan rumah tangga karena
memberikan alternatif pemasukan bagi keluarga pada saat sumber pendapatan lain
mengalami kegagalan usaha. Rataan pendapatannya dari masyarakat pedesaan dari
kelapa sawit sebesar 87,64% dan 12,36% bersumber dari pendapatan di luar
perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan pembangunan perkebunan telah
menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi. Akibatnya di daerah-daerah sekitar
pembangunan perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kondisi
ini menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, terutama terhadap kebutuhan rutin rumah tangga dan kebutuhan sarana produksi
perkebunan kelapa sawit. Apabila dikaji dari struktur biaya pengusahaan
perkebunan kelapa sawit yang teknis operasionalnya dirancang lebih banyak
menggunakan teknik manual, biaya yang
berkaitan dengan tenaga kerja langsung serta tenaga teknis di lapangan memiliki
porsi yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, perputaran uang yang terjadi
di lokasi dalam jangka panjang diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan potensi daya saing di
wilayah ini dengan tumbuhnya perdagangan dan jasa. Hal ini memberikan arti bahwa kegiatan perkebunan
kelapa sawit menciptakan potensi
daya saing dan multiplier effect,
terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha
IV. KESIMPULAN
Kegiatan
pembangunan industry perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industry hilirnya, diestimasi secara positif
mampu merangsang, menumbuhkan dan menciptakan potensi daya saing ekonomi
regional serta diservikasi lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang
diperlukan selama proses
kegiatan
industry perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industry hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini akan muncul
antara lain jasa kontruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Sedangkan
pada kegiatan ekonomi waktu pascapanen dan proses produksi akan mempunyai keterkaitan ke depan (foreward linkages). Proses
foreward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sector jasa, antara lain: angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan,
industri kecil di pedesaan yang memproduksi alat produksi pertanian. Semua aktivitas ini akan meningkatkan indeks kesejahteraan masyarakat di daerah sekitarnya demikian juga
potensi daya saingnya.
SARAN
1.
Sebaiknya pengembangan budidaya
komoditi kelapa sawit dilakukan pada lahan atau areal yang sudah tidak
produktif lagi dengan memperhitung dampak-dampak negative lainnya seperti
pembakaran lahan dan sejenisnya.
2.
Perlu dibatasi alih fungsi lahan
atau konversi lahan agar lahan-lahan yang peruntukannya untuk tanaman pangan
jangan sampai mengalami pergeresaran komoditi menjadi tanaman kelapa sawit.
3.
Perlunya mendorong industry
hilir agar nilai tambah (added value)
kelapa sawit bisa senantiasa
meningkatkan potensi daya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik, Sumatera Utara Dalam Angka 2003-2012 , BPS
Propinsi Sumatera Utara, Medan.
Sipayung, Tungkot, 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit, IPB
Press
Soemarno, Sutrisno Salyo, 2010, Jurnal Agritek Vol 18 Tahun 2010,
Analisis Dampak PIR Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraaan Masyarakat Sekitar di
Kabupaten Monokwari.
Syahza Almasdi, 2004. Kelapa sawit, Dampaknya
terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar