Jumat, 14 November 2014

IDENTIFIKASI DAYA SAING STRUKTUR EKONOMI DALAM UPAYA PENGEMBANGAN POTENSI DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI UTARA

Oleh : 
MEGAWANDI P. TARIHORAN

NIM: 137003050
Email: mg.wandi@gmail.com


I.  PENDAHULUAN
Potensi dan keunggulan ekonomi merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki oleh suatu wilayah agar dapat menjamin terjadinya aktifitas pembangunan dan pertumbuhan wilayah itu sendiri. Sumber pertumbuhan wilayah sebagai basis kegiatan ekonomi dapat berupa sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Setiap daerah memiliki sumberdaya alamnya, dengan kharakteristiknya masing-masing, secara kuantitas maupun kualitas, serta memiliki nilai manfaat, baik itu ditinjau dari nilai ekonomi, sosial dan budaya. 
Pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari upaya memaksimalkan pemanfaatan setiap sumberdaya yang ada diwilayah tersebut, dengan melibatkan rekayasa teknologi, sebagai upaya menghasilkan nilai tambah ekonomis yang kemudian hasilnya digunakan untuk mensejahterakan masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut. Upaya memaksimalkan nilai tersebut dilakukan dengan menyusun strategi kebijakan dan program-program pembangunan yang sesuai dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.  
Menurut Todaro (1998) istilah Pembangunan merupakan sebuah cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya, untuk kemudian mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Kartodihardjo (1999 dalam Sinukaban 2007; 2004), menyatakan bahwa kinerja pembangunan pada umumnya dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya buatan manusia (man made capital), dan kelembagaan formal maupun informal masyarakat (social capital).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan kelompok-kelompok masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002).
Pembangunan dalam bidang apapun pada hakikatnya menghendaki terjadinya keseimbangan, dan tercermin dalam konsep pemerataan pembangunan. Potensi unggulan daerah dapat dikembangkan secara terarah dan terpadu, sesuai dengan tujuan pembangunan daerah, yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ekonomi daerah. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau daerah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi,et al,2009).
Sektor Potensial atau sektor unggulan dalam ekonomi regional dapat dinyatakan dengan sektor basis. Sektor Basis pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik perbandingan dalam skala internasional, nasional maupun regional. Dengan melakukan identifikasi terhadap daya saing dan produk unggulan suatu daerah merupakan langkah penting dalam pembangunan ekonomi wilayah.

  
  

II. DEFENISI DAYA SAING WILAYAH
Daya Saing (competitiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi lokal/daerah. Setiap daerah sebaiknya memiliki faktor kekuatan daya saing, sebagai kunci pokok dalam memasuki ekonomi pasar. Ekonomi pasar merupakan pasar persaingan yang terbuka, terutama pasar nasional dan pasar internasional. Banyak produk yang ditawarkan memiliki kesamaan jenis dan fungsi, sehingga mengakibatkan konsumen selektif dalam memilih. Perilaku konsumen kemudian dipengaruhi oleh perbandingan antara kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang ditawarkan berbanding dengan harganya. Semakin banyak pilihan semakin membuat konsumen selektif dalam menentukan pilihannya. Oleh sebab itu, maka daya saing sebuah produk ataupun jasa menjadi isu penting bagi para produsen untuk dapat mengungguli para kompetitornya. Dalam konteks wilayah, maka daya saing wilayah merupakan kemampuan sebuah wilayah menghasilkan produk barang dan jasa dari wilayah tersebut yang bernilai kompetitif.
Teori Keunggulan Kompetitif dipelopori oleh Michael Eugene Porter (1986) yang menulis berbagai buku dan artikel tentang manajemen dan antara lain dikenal dengan Teori Analisis Lima Kekuatan Porter (Porter Five Forces Analysis). Porter menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan yang ada di negara tersebut juga memiliki kemampuan kompetitif. Daya saing suatu negara kemudian ditentukan oleh kemampuan industri dalam negeri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi barang.
Scott dan Lodge (1985), memberikan definisi Daya Saing sebagai berikut adalah kemampuan suatu negara menciptakan, memproduksi dan/atau melayani produk dalam perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama negara tersebut tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber dayanya. Huggins (2003) dalam sebuah publikasinya yang tertuang dalam “UK Competitiveness Index” menyatakan bahwa Daya Saing Daerah/wilayah adalah kemampuan dari ekonomi daerah untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi stabil atau meningkatkan aktifitas pangsa pasarnya dengan tetap mempertahankan atau malah meningkatkan standar kehidupan bagi yang terlibat didalamnya.
Dari beberapa pengertian diatas maka daya saing wilayah erat kaitannya dengan kemampuan wilayah tersebut untuk beraktifitas dalam perekonomian wilayah secara kompetitif, menghasilkan produk dan jasa yang dapat bersaing sehingga mendapat hasil yang positif bagi perekonomian wilayah tersebut, termasuk juga distribusi kesejahteraan yang lebih luas dalam masyarakatnya. Daya saing wilayah merupakan perwujudan dari aktifitas pembangunan ekonomi lokal masyarakat (LED: Local Economic Development). Meyer-Stamer (2003) menyatakan bahwa “Local Economic Development is about competitiveness–it is about companies thriving in competitive markets and locations thriving in a competitive, globalised world.” Dengan demikian, maka daya saing wilayah erat kaitannya dengan prinsip-prinsip otonomi daerah dan desentralisasi, sebagai salah satu faktor utama dalam pembangunan dan pengembangan wilayah.
Kebijakan pembangunan daerah sebaiknya didasarkan pada keunikan/kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing daerah, yang kemudian memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya manusianya untuk terlibat dan berperan aktif secara kreatif dalam setiap prosesnya. Dengan begitu maka proses pembangunan melahirkan prakarsa baru dalam kebijakan yang berasal dari daerah itu sendiri, merangsang terjadinya kegiatan-kegiatan ekonomi yang melahirkan kesempatan kerja baru, dan pada akhirnya memberikan manfaat yang luas pada kesejahteraan masyarakat.
Produk Unggulan adalah menjadi salah satu faktor utama keunikan/kekhasan yang dimiliki oleh suatu daerah, berdasarkan potensi alamiah sumber daya alam. Secara umum, produk merupakan suatu hasil proses produksi yang dihasilkan oleh produsen secara kontiniu. Suatu produk dapat dikatakan unggul apabila produk tersebut mampu memberikan kontribusi yang cukup besar, minimal efek positif kepada produsen itu sendiri.
Kriteria yang digunakan dalam menentukan keunggulan suatu produk dikemukakan oleh Alkadri (2001) dalam Daryanto (2003) adalah sebagai berikut:
1.    Memiliki kemampuan menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian daerah,
2.    Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik antar sesama produk unggulan maupun komoditas lainnya,
3.    Mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional, baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan,
4.    Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku,
5.    Memiliki kemampuan teknologi yang terus meningkat,
6.    Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya,
7.    Produk dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu,
8.    Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal,
9.    Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lainnya, dan
10.  Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam pengembangan dan pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai salah satu pilar pengembangan ekonomi dan pembangunan wilayah. Oleh karena itu maka upaya peningkatan produk unggulan daerah merupakan tanggungjawab yang saling berperan antar satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.



III.  RUMUSAN MASALAH
Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi sekaligus membawa tantangan dan peluang bagi pembangunan daerah. Terjadi pergerakan yang cukup signifikan pada tingkatan ekonomi global, sehingga mau tidak mau secara otomatis melakukan koreksi terhadap ekonomi nasional, regional sampai kepada tingkatan lokal. Persaingan yang semakin terbuka pada pasar produksi barang dan jasa disatu sisi, tetapi menaikkan semangat nasionalisme produk dan jasa (kualitas sumberdaya manusia) di sisi lain. Serbuan barang-barang dari luar daerah bahkan dari luar negara mengakibatkan semangat untuk memproduksi barang dalam negeri semakin menguat. Keadaan ini sebaiknya dicermati dengan matang, agar kebijakan pembangunan daerah terutama pembangunan ekonomi dan sosial (sumber daya manusia) dapat efisien dan efektif.
Oleh sebab itu mengetahui dengan baik sektor ekonomi produktif unggulan dalam suatu wilayah merupakan suatu keharusan, agar pemerintah daerah dapat melakukan intervensi kebijakan dan program kegiatan yang mampu meningkatkan daya saing sektor unggulan tersebut.



IV.  METODOLOGI PENELITIAN
A.   Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis sektor ekonomi suatu wilayah, sehingga dapat dilihat sektor ekonomi dan sub sektor apa yang menjadi unggulan di suatu kawasan, sehingga perlu dilakukan strategi kebijakan agar mampu berdaya saing dalam pasar ekonomi regional secara berkelanjutan.

B.   Jenis Data Dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data-data sekunder yang berasal dari instansi resmi pemerintahan serta dokumen terkait lainnya, baik itu yang bersifat statistical maupun non-statistical. Untuk instansi yang relevan maka sumber data berasal dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara maupun Propinsi Sumatera Utara, dengan jangka waktu data berjangka (time series) 5 tahun terakhir.



V.   METODE ANALISIS DATA
Rumusan masalah penelitian tentang sektor basis unggulan ini digunakan dengan alat Analisis Location Quotient (LQ).  Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB suatu wilayah, dalam hal ini Kabupaten Tapanuli Utara.
Metode LQ digunakan untuk mengkaji dan melihat kondisi perekonomian yang menjadi pemacu pertumbuhan, mengarah pada identifikasi spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Untuk memperoleh nilai LQ dengan mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) sebagai berikut:

 Dimana:
    PDRBm,i = PDRB sektor i di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun tertentu.
    ΣPDRBm = Total PDRB di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun tertentu.
    PDRBsb,i = PDRB sektor i di Propinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.
    ΣPDRBsb = Total PDRB di Propinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.

Ada tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode tersebut, yaitu:
1.  Nilai LQ = 1; berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di suatu wilayah (kabupaten) adalah sama, dengan sektor yang sama dalam perekonomian wilayah diatasnya (propinsi),
2.  Nilai LQ > 1; berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di suatu wilayah (kabupaten) lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian diatasnya (propinsi),
3.  Nilai LQ < 1; berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di suatu wilayah (kabupaten) lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian diatasnya (propinsi).
Atau dengan kata lain kesimpulannya adalah apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian wilayah. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian wilayah.
Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008-2012 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.



VI.    HASIL PEMBAHASAN
A.   Kondisi Geografis dan Struktur Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah administratif Propinsi Sumatera Utara. Terletak diwilayah dataran tinggi, berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan kondisi topografi dan kontur tanah untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Utara memiliki karakteristik wilayah bergelombang dan berbukit serta merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan.
Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada koordinat 1º20’00” -2º41’00” Lintang Utara (LU) dan 98005”-99016” Bujur Timur (BT). Dengan luas wilayah yang dimiliki ± 3.800,31 Km2, dengan distribusi luas daratan sebesar 3.793,71 Km2 dan luas perairan Danau Toba sebesar 6,60 Km2. Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Garoga merupakan kecamatan yang memiliki areal terbesar sekitar 567,58 Km2 dan kecamatan yang memiliki luas areal terkecil adalah Kecamatan Muara sekitar 79,75 Km2.

B.   Struktur Ekonomi
Sebagai salah satu wilayah di dataran tinggi, maka Kabupaten Tapanuli Utara sangat potensial untuk pengembangan tanaman holtikultura dan berada pada jalur lintas antara beberapa kabupaten/kota. Jika dilihat dari perkembangan PDRB wilayah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, maka kontribusi dari kegiatan pertanian masih dominan di kabupaten ini. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) Tahun 2008-2012

Sumber : Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka 2009-2013, BPS

Dari data yang ditunjukkan tabel tersebut terjadi peningkatan dari kontribusi yang dihasilkan oleh sektor pertanian, dibandingkan penerimaan dari sektor lainnya. Keadaan ini diperkuat dengan masih dominannya masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian. Berdasarkan Hasil pencacahan lengkap Sensus Tani 2013 diketahui bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 sebesar 52.848 rumah tangga. Subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan merupakan tiga subsektor yang memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak  yaitu masing-masing 46.480 rumah tangga, 42.079 rumah tangga, dan 26.746 rumah tangga. Sementara itu, jasa pertanian merupakan subsektor yang paling sedikit memiliki rumah tangga usaha pertanian, yaitu sebanyak 1.540 rumah tangga. Untuk lebih jelasnya tentang struktur tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 2 berikut ini:

Gambar 1. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013



Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013

Sumber: Sensus Tani 2013 Kabupaten Tapanuli Utara, BPS


C.   Analisis Location Quotient Kabupaten Tapanuli Utara
Adapun hasil perhitungan perbandingan stuktur ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara terhadap Propinsi Sumatera Utara dengan menggunakan Analisis LQ disajikan dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Perhitungan LQ Kabupaten Tapanuli Utara terhadap 
Propinsi Sumatera Utara

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2014

Dari Analisis Data terhadap Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Tapanuli Utara untuk Tahun 2008-2012 (kurun waktu 5 tahun terakhir), dapat ditarik kesimpulan utama, yaitu :
Ø  Ada 3 sektor selama kurun waktu 5 tahun terakhir memiliki Nilai LQ > 1, yaitu Sektor Pertanian, Listrik, Gas dan Air Minum, dan sektor Jasa-jasa;
Ø  Nilai LQ tertinggi didominasi dari kegiatan Pertanian, sedangkan Nilai LQ terendah diperoleh dari kegiatan Pertambangan dan Penggalian dan Industri;
Ø  Nilai LQ Kabupaten Tapanuli Utara kategorinya cenderung statis, dalam arti tidak mengalami kenaikan dan penurunan nilai yang signifikan

Untuk melihat secara lebih jauh perkembangan Nilai LQ dari masing-masing sektor adalah sebagai berikut, yaitu :
§  
 Sektor Pertanian ; Sektor ini mendominasi Nilai LQ tertinggi, yaitu > 1. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata kegiatan ekonomi terbesar di Kabupaten Tapanuli Utara masih didominasi sektor pertanian. Hal ini diakibatkan oleh masih tersedianya luasan wilayah yang memadai bagi masyarakat dan masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi pertanian. Disisi lain tingkat urbanisasi cukup tinggi yang berasal dari wilayah ini, terutama bagi penduduk yang berusia muda (angkatan sekolah) yang mencari fasilitas pendidikan (SMU dan Perguruan Tinggi) ke Ibukota Propinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan. Kondisi ini mengakibatkan tenaga-tenaga potensial terserap ke kota, dan apabila telah menyelesaikan studinya lebih memilih tinggal menetap dan melanjutkan kehidupan di kota, sehingga asimilasi penduduk dari yang telah meningkat pendidikannya dengan yang belum tidak terjadi. Kegiatan sektor pertanian ini didominasi oleh kegiatan sawah padi darat, perladangan sayur, dan yang 5 tahun terakhir ini trendnya semakin meningkat adalah perkebunan kopi.

§  Sektor Pertambangan dan Penggalian ; Sektor ini sangat kecil sumbangannya bagi PDRB Kabupaten Tapanuli Utara. Walaupun terjadi peningkatan penerimaan setiap tahun, tapi nilai kenaikannya tidak signifikan. Kegiatan ini lebih banyak didominasi oleh kegiatan Galian C (pasir) dan pengerukan tanah (tanah timbun). Pengerukan tanah untuk pengambilan tanah timbun semakin lama semakin marak dilakukan dikarenakan ada peningkatan kegiatan proyek pembangunan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur jalan dan bangunan pelayanan publik. Jika dilihat dari topografi Kabupaten Tapanuli Utara yang berbukit-bukit, maka banyak bukit-bukit tersebut sudah rata dengan tinggi jalan, karena dijadikan sumber utama utk penggalian tanah timbun.

§  Sektor Industri ; Sektor ini juga sangat kecil sumbangannya bagi PDRB Kabupaten Tapanuli Utara. Walaupun juga terjadi peningkatan penerimaan pada tahun 2011 dan 2012, tetapi belum mampu mengangkat nilai LQnya sendiri. Penerimaan dari sektor ini lebih diutamakan dari kegiatan industri pengelolaan hasil pertanian terbatas, yaitu pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi. Disisi lain ada kegiatan industri rumah tangga yang diperoleh dari kegiatan kerajinan tenun ulos, kerajinan pembuatan gitar dan kacang goreng Sihobuk.

§  Sektor Listrik, Gas dan Air Minum ; Sektor ini jika dilihat Nilai LQ nya > 1, dengan kecenderungan ada kenaikan penerimaan pada tahun 2011 dan tahun 2012. Jika dilihat perbandingan penerimaan uang yang dihasilkan dari tahun ke tahun dengan penerimaan sektor industry di PDRB Kabupaten Tapanuli Utara, maka penerimaan sektor ini lebih sedikit. Tetapi jika dibandingkan dengan penerimaan PDRB Propinsi Sumatera Utara maka penerimaan sektor ini di Kabupaten Tapanuli Utara lebih tinggi.

§  Sektor Bangunan ; Sektor ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup baik, dan diperkirakan pada 2 tahun kedepan Nilai LQnya akan mencapai 1 atau > 1. Hal ini dilihat dari trend angka yang bergerak naik terusyang diakibatkan oleh populasi masyarakat yang semakin berkembang, sehingga membutuhkan bangunan terutama rumah sebagai hunian.

§  Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ; Sektor ini masih memiliki angka LQ < 1, tetapi jika dilihat dari penerimaan setiap tahunnya cukup signifikan selama kurun waktu 2 tahun terahir tahun 2011 dan tahun 2012. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin meningkat dan beragamnya kebutuhan masyarakat, yang juga didukung oleh tingkat kunjungan wisatawan ke daerah ini, dimana ibukota kabupaten ini dicanangkan sebagai Kota Wisata Rohani.

§  Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ; Sektor ini jika ditinjau dari penerimaan setiap tahun mengalami peningkatan, tetapi Nilai LQnya masih rendah. Kondisi ini terjadi karena tidak terlalu banyak kegiatan kota kabupaten, sehingga tidak mengakibatkan banyaknya arus transportasi dan komunikasi dari daerah-daerah sekitarnya. Daerah kabupaten cenderung masih tradisional, sehingga pemusatan kegiatan ekonomi terpusat pada hari-hari tertentu saja, atau yang sering disebut dengan Hari Pekan. Disisi lain rata-rata anak sekolah yang bersekolah di pusat ibukota kabupaten biasanya memilih menetap di ibukota tersebut dikarenakan jarak yang cukup jauh yang harus ditempuh mereka apabila melakukan perjalanan setiap hari dari desa asalnya.

§  Sektor Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan dan Tanah, Jasa Perusahaan ; Sektor ini juga mengalami peningkatan penerimaan terutama pada tahun 2011 dan tahun 2012, tetapi nilai LQ nya masih jauh dibawah 1. Kondisi ini disebabkan oleh masih banyak masyakarat yang melakukan kegiatan keuangannya dengan tidak menggunakan jasa bank. Disisi lain pengetahuan masyarakat tentang asuransi juga masih minim, jikalaupun ada pengaruhnya kemungkinan dibawa dari luar wilayah kabupaten, diperoleh dari ibukota Propinsi Sumatera Utara. Untuk usaha persewaan bangunan masih banyak masyarakat yang cenderung tidak melakukannya, dikarenakan ikatan kekerabatan masih cukup kuat, sehingga jarang sekali masyarakat yang menyewakan bangunanmya. Begitu juga dengan persewaan tanah, rata-rata masyarakat melakukan sistem barter terhadap pemakaian tanah yang bukan miliknya, biasanya ditukar dengan hasil panen. Untuk perusahaan dikarenakan tidak banyak kegiatan industri, maka mengakibatkan perusahaan yang berdiri juga tidak banyak. Jikalaupun ada rata-rata perusahaan yang ada didominasi perusahaan jasa konstruksi, tetapi tidak banyak yang bertahan aktif dikarenakan proyek pemerintah yang ada juga terbatas.

§  Sektor Jasa-Jasa ; Sektor ini memiliki kenaikan penerimaan yang cukup baik dari tahun ke tahun, sehingga mengakibatkan Nilai LQ nya > 1. Sektor ini didominasi oleh dari kegiatan jasa tenaga kesehatan dan jasa pertukangan. Semakin bertambahnya kegiatan dan pertumbuhan masyarakat mengakibatkan tumbuh pesatnya kebutuhan akan hunian dan penyediaan layanan kesehatan.

Dengan melihat keadaan hasil analisis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sektor Pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara merupakan Sektor Basis, atau dengan kata lain sektor ini dengan beberapa sub-sektornya merupakan sektor unggulan ekonomi dari struktur perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.


VII.     KESIMPULAN: UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING SEKTOR UNGGULAN
Perkembangan pembangunan daerah semakin hari semakin dinamis, disatu sisi memberikan efek positif, tetapi juga memiliki dampak yang negative pula. Kritik terhadap situasi pembangunan tidak hanya berimplikasi kepada penetapan kebijakan dan program pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi juga memaksa terjadinya pergeseran nilai-nilai pada tingkatan kehidupan sosial masyarakat. Oleh sebab itu, maka upaya meningkatkan daya saing suatu wilayah tidak terlepas dari faktor didalam (inward linkages) dan faktor luar (outward linkages) wilayah itu sendiri, baik itu menyangkut ketersediaan sumberdaya alam, kecakapan sumberdaya manusia dan pola hubungan yang tercipta antar keduanya.
Indonesia, termasuk seluruh wilayah yang ada didalamnya telah memasuki tahapan baru yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Tahapan ini merupakan sebuah tantangan dari konsekuensi globalisasi. Globalisasi menyebabkan persaingan produk barang dan jasa yang ditawarkan tinggi, dimana relative akan terjadi kesamaan produk, baik itu dalam desain, kualitas, harga dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu sesuatu yang unik dan berbeda, agar daya saing produk memiliki pangsa pasar optimal, baik itu dalam negeri maupun luar negeri.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Sektor Basis dalam suatu wilayah, antara lain:
Ø Melakukan pemetaan potensi daerah (sumberdaya) termasuk juga kaitannya dengan supply dan demand
Ø Penguatan institusional agar menghasilkan rumusan strategi kebijakan dan program kegiatan (rencana strategis), yang mampu mempertahankan dan meningkatkan potensi ekonomi wilayahnya. Pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dikembangkan dengan prinsip akuntabilitas, professional, efisien dan efektif, agar hasil yang dicapai maksimal.
Ø Memperkuat seluruh jaringan infrastruktur (fisik, ekonomi dan sosial), untuk mendorong potensi daerah, termasuk didalamnya meningkatkan daya saing dan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Ø Memaksimalkan penguasaan rantai ekonomi (hulu-hilir), agar tercipta pola hubungan produksi yang sinergis, dari sumberdaya dasar (raw material) menjadi produk jadi (market product). Keadaan ini akan menciptakan pola hubungan input-output produksi yang efisien dan efektif.
Ø Melakukan perbaikan-perbaikan yang dapat mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, industri baru, lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Ø Adanya penguasaan teknologi sehingga melahirkan inovasi dan kreatifitas dalam menghasilkan diversifikasi produk.
Ø Rasionalisasi terhadap kondisi makro dan mikro ekonomi suatu daerah hendaknya tidak melakukan “hubungan yang tidak sehat antar unsur kekuasaan dan para pemilik modal besar”, sehingga dengan demikian potensi saling kontradiksi antar keduanya dapat diminimalisir.
Ø Mendorong tumbuhnya ekonomi rakyat dengan terus meningkatkan penggunaan produksi lokal sebagai upaya menciptakan local economic development (LED). Kondisi ini akan menciptakan ketahanan ekonomi (economic resilience) masyarakat itu sendiri.
Kemandirian suatu daerah dalam era globalisasi ini adalah pekerjaan yang tidak mudah dan panjang, kemudian tidakterlepas dari kebutuhan adanya daya saing dalam proses pembentukannya. Daya saing tidaklah hanya berorientasi pada indikator ekonomi saja, tetapi lebih jauh lagi yaitu daya saing tersebut diartikan sebagai kemampuan daerah untuk menghadapi tantangan dan persaingan global untuk peningkatan kesejahteraan hidup rakyat yang nyata dan berkelanjutan serta secara politis, sosial dan budaya dapat diterima oleh seluruh masyarakat.


  
DAFTAR PUSTAKA
Todaro. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Erlangga. Jakarta.
Arsyad, Lincolin. 2002. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Sinukaban. 2007. Pembangunan Daerah Berbasis Strategi Pengelolaan DAS. Makalah pada Semiloka Pengelolaan DAS “Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan Daerah Sungai”, Lampung 13 Desember.
Rustiadi, Ernan, et al. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan YOI.
Porter,M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York.
Scott, B. R. and Lodge, G. C. 1985. US Competitiveness in the World EconomyBoston: Harvard Business School Press.
Huggins. 2003. Creating a UK Competitiveness Index: Regional and Local Benchmarking. Regional Studies, Vol.37, page 89-96
Meyer dan Stamer, 2003, The PACA Book Of Concepts, www.mesopartner.com.
Alkadri,et al. 2001. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. Edisi Revisi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat dan Aswandi Hs,2004. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,Vol. 16, No.1.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara 2011-2031. Bappeda. Tapanuli Utara.  
Badan Pusat Statistik, 2008. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2008.
Badan Pusat Statistik, 2009. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2009. BPS. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2010. BPS. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik, 2008. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2011. BPS. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik, 2012. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2012. BPS. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik, 2013. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2013. BPS. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik, 2013. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 2013. BPS. Sumatera Utara.
Berita Resmi Statistik. 2013. No. 12/12/1205/Th.I, 2 Desember 2013. Hasil Sensus Pertanian 2013 Kabupaten Tapanuli Utara (Angka Tetap). BPS. Tapanuli Utara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar