Jumat, 14 November 2014

Potensi Daya Saing Komoditi Kelapa Sawit untuk Pengembangan Ekonomi Regional Sumatera Utara

                 
Oleh:
Dupien Asido Marganti
                 NIM: 137003005                                               
SPS PWD USU




   I.      PENDAHULUAN

Sumatera  Utara  memiliki  potensi  sumber daya alam yang  mendukung  potensi daya saing untuk digali dan dikembangkan. Untuk  itu  dari  waktu  ke  waktu  sumber daya alam harus diatur eksploitasinya sehingga daya  dukung  lahan  tetap terjaga, baik hulu dan hilirnya. Sektor pertanian  merupakan salah satu sektor andalan di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Andil sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena belum optimalnya penggarapan sampai saat ini. Di masa yang akan datang sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan  kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran penting melalui kontribusinya dalam PDB, peningkatan  ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa.
Sektor Agribisnis Kelapa sawit dapat juga dikatakan sebagai lokomotif perekonomian Indonesia karena daya dukung lahan yang memadai ditambah dengan bervariasinya produk turunan dari komoditi ini. Untuk dapat mengetahui sektor-sektor yang dapat dijadikan sebagai lokomotif perekonomian Indonesia dapat diperoleh dari data-data tabel input-output Indonesia yang telah disediakan oleh Biro Pusat statistic (BPS). Indikator umum  yang digunakan oleh para ahli untuk melihat kemampuan suatu sektor sebagai lokomotif perekonomian adalah daya penyebaran (backward linkage) dan daya kepekaan (forward linkage).  Daya penyebaran menunjukkan berapa besar dampak perubahan permintaaan akhir produk agribisnis minyak sawit terhadap perekonomian secara keseluruhan, Sedangkan daya kepekaan melihat dampak perubahan permintaan akhir perekonomian secara  keseluruhan terhadap input agribisnis minyak sawit (Sipayung, T). Hasil analisis tabel input-ouput (BPS 2008) menunjukkan bahwa daya penyebaran agribisnis minyak sawit sebesar 1,8 dan daya kepekaannya sebesar 0,66. hal ini menandakan minyak sawit termasuk sebagai lokomotif perekonomian Indonesia. Sebagai lokomotif perekonomian Indonesia peningkatan permintaan agribisnis minyak sawit (ekspor,penggunaan output agribisnis minyak sawit untuk sektor lain/ investasi) akan menarik perumbuhan perekonomian Indonesia secara keseluruhan termasuk didalamnya agribisnis minyak sawit.
Kelapa sawit merupakan  salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan Potensi daya saing kelapa sawit antara lain memberikan  manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri (produksi tahun 2007 sebanyak 16,89 juta ton  meningkat menjadi 23,096 juta ton), ekspor yang menghasilkan devisa (sebesar 7,86 miliar USD pada tahun 2007 meningkat sangat signifikan menjadi sekitar 17,957 miliar USD) dan menyediakan kesempatan kerja kepada ± 4,5 - 6 juta orang. (Ditjen Perkebunan 2012).

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Semula pelaku perkebunan kelapa sawit hanya terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) namun pada tahun yang sama pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Pada tahun 1980  luas areal kelapa sawit adalah 294.000 Ha dan pada tahun  2007  luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 6,32 juta Ha dimana 48,37% dimiliki oleh PBS, 40,66% dimiliki oleh PR, dan 10,98% dimiliki oleh PBN. Pada Tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 8.992.82 23.096.541 ton yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (smallholders) sudah mencapai 3,752 juta Ha dengan  produksi 8,797 juta ton; Sedangkan Perkebunan Negara (government) luas arealnya 678 ribu  Ha dengan produksi 2,045 juta ton dan Perkebunan Besar Swasta dengan luas Areal 4,561 juta Ha dengan produksi 12,253 juta ton.

Produksi minyak sawit terbesar di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera yang  kemudian diikuti oleh Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Provinsi Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24,84 %  dari produksi nasional pada tahun 2011 sementara Provinsi Sumatera Utara menyumbang minyak sawit sebesar 17,65 % dari produksi nasional dengan luas areal perkebunan kelapa sawit  mencapai 13,067 % dari luas areal perkebunan kelapa sawit nasional.

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah  dibuka sejak jaman penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Sumatera Utara antara lain kelapa sawit, karet, kopi,coklat dan tembakau Deli yang sangat terkenal di Kota Bremen, Jerman.
Pertumbuhan dan Perkembangan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara juga menunjukkan trend pertumbuhan yang selalu positif. Sampai dengan tahun 2011 luas areal kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara sudah mencapai 1.075  juta ha dengan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sekitar 15.183 Juta ton/Ha seperti tertera pada tabel 1 dibawah ini. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan dengan luas areal areal terbesar di Provinsi Sumater Utara dan  merupakan penyumbang kontribusi terbesar dari sektor pertaian terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.

Tabel : 1. Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi  Komoditi Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011
Sumber : Dis Bun Provinsi Sumatera Utara


Sumber : Dis Bun Provinsi Sumatera Utara
            Luas tanaman kebun kelapa sawit rakyat di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sebesar 405.799,34 Ha dengan produksi 5.428.535,14 ton Tandan Buah Segar (TBS). Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebar di beberapa wilayah. Kabupaten Asahan adalah merupakan perkebunan kelapa sawit rakyat terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Di Daerah ini terdapat sebesar 72.046,39 Ha Kebun sawit rakyat atau 17,75 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara seperti tertera pada tabel dibawah ini.




                                                            
   II.     GAMBARAN UMUM

2.1.   Sekilas Tentang Komoditi  Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tanaman  perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah Itam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.
  Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi                      : Spermatophyta
Sub divisi                : Angiospermae
Kelas                      : Dicotyledonae
Keluarga                 : Palmaceae
Sub keluarga           : Cocoideae
Genus                     : Elaeis
Spesies                   : Elaeis guineensis Jacq

a.     Akar
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakar akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.  Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang manjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal.  
b.    Batang
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan. Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas  walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan  terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.
c.     Daun
        Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang  menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian  pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun.
d.    Bunga dan buah
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan  atau  bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah, yaitu :
1.          Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun
2.          Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya akan menjadi akar.
Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif  pertama muncul di sebuah  ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah.  Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles atau di beberapa tempat disebut gerondolan).
e.     Biji
Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.


2.2  Potensi Daya Saing Perkebunan Kelapa Sawit  untuk Pengembangan Ekonomi Regional
Dalam Potensi Daya Saing Perkebunan Kelapa Sawit  untuk Pengembangan Ekonomi Regional Sumatera Utara, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya) mempunyai peran daya saing yang cukup strategis, karena :
a.        Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng dan beberapa produk turunan lainnya, sehingga kebutuhan akan stabilitas pasokan  ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Hal ini penting dikarenakan  minyak goreng merupakan salah  satu dari kebutuhan   9 bahan  pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat.
b.        Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak.
c.        Dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.2. Kegunaan
Pada awalnya, produk utama kelapa sawit adalah  inti sawit. Untuk mendapatkan inti sawit, buah direbus untuk memudahkan pengulitan. Pada saat perebusan, minyak yang ada dalam serabut sawit terekstrak keluar dan dikutip untuk minyak badan.  Produk utama yang dihasilkan disamping Crude Palm Oil (CPO), juga Palm Kernel Oil (PKO). Disamping itu, berbagai hasil samping dan limbah pada proses pengolahannya juga dimanfaatkan. Pemanfaatannya sebagai berikut :
a.      Produk Pangan berasal dari Minyak Sawit/ CPO, dan minyak inti sawit antara lain emulsifier, margarine, minyak goreng, minyak makan merah, shortening, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, yoghurt, dll.
b.     Produk Non Pangan/Oleochemicals berasal dari minyak sawit/CPO dan minyak inti sawit antara lain senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi, biodiesel, pelumas, asam lemak sawit, fatty alkohol, fatty amina, senyawa epoksi, senyawa hidroksi, dll.
c.      Produk Samping/limbah antara lain, tandan kosong sawit untuk pulp dan kertas, kompos, karbon, rayon; Cangkang untuk bahan bakar dan karbon; Serat untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; Pelepah dan Batang Sawit untuk furniture,pulp dan kertas, pakan ternak ; Bungkil Inti Sawit untuk pakan ternak; Sludge untuk pakan ternak.


Gambar 1. Produk Turunan Kelapa Sawit

   III.     ANALISIS  SEKTOR  INPUT DALAM MENDUKUNG POTENSI DAYA SAING
 3.1.   Analisis Input Output
 Dalam  industry  komoditi  kelapa sawit ada beberapa sektor yang paling berperan utama yaitu :
a.          Industri Pembenihan Kelapa Sawit
Seiring dengan perkembangan budidaya kelapa sawit di Sumatera Utara telah mendorong munculnya industry yang bergerak dalam menyediakan benih unggul kelapa sawit. Permintaan benih kelapa sawit dalam negeri setiap tahun selalu meningkat sehingga membuat import benih kelapa sawir juga menurun. Akan tetpi tidak semua benih yang diimpor tersebut berkualitas seperti yang diharapkan, untuk itulah Pemerintah perlu mendorong atau membuat suatu regulasi tentang benih bersertifikat dan unggul.
b.          Industri Pupuk
Terbatasnya pupuk kimia telah mendorong para petani untuk membuat pupuk alternatif berupa pupuk kompos, hal ini mendorong petani untuk membuat usaha pnyediaaan pupuk kompos yang berserrtifikat, disinilah peran pemerintah sebagai pengawas dan sebagai regulator untuk dapat memuat pelatihan dan bahkan sertifikasi pupuk kompos yang telah dibuat dan beredar di amsyarakat.
c.          Industri Pestisida dan Obat-Obatan
d.          Industri Alat-alat dan Mesin-Mesin Pertanian

 3.2.   Keterkaitan Ke Belakang (backward linkages)  dan Ke depan (foreward linkages)
Aktivitas pembangunan dan  pengembangan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industri hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan usaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan industry perkebunan  kelapa sawit dan pembangunan  industri hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini akan muncul antara lain jasa kontruksi,  jasa buruh tani,  jasa angkutan,  perdagangan  pangan dan sandang,  perdagangan peralatan  kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Sedangkan pada  kegiatan  ekonomi waktu  pasca panen dan proses produksi akan  mempunyai keterkaitan ke depan (foreward linkages). Proses foreward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain: angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan, industri kecil di pedesaan  yang  memproduksi alat produksi pertanian. Semua aktivitas ini akan meningkatkan indek kesejahteraan masyarakat di daerah sekitarnya.
Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaat kegiatan perkebunan ini terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain:
 1) Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
 2) Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar;
 3) Memberikan kontribusi terhadap pembangunan regional.
 Beberapa kegiatan yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar, antara lain:
 1)       Kegiatan pembangunan sumberdaya  masyarakat desa;
 2)       Pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat;
3)        Penyerapan tenaga kerja lokal;
4)        Penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan;
5)        Pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain).
Kegiatan pengusahaan perkebunan kelapa sawit baik dalam bentuk perusahaan maupun swadaya membutuhkan tenaga kerja langsung (tidak termasuk skilled-labour) dan tenaga teknis perkebunan dalam pengelolaannya. Secara ideal tenaga kerja direkrut dari masyarakat sekitar perkebunan, terutama untuk tenaga kerja teknis perkebunan yang diambil dari masyarakat desa sekitarnya. Kegiatan perkebunan kelapa sawit ini menyerap tenaga kerja cukup banyak, di samping itu kegiatannya bersifat manual sehingga tenaga kerja manusia sangat diperlukan.
Adanya aktivitas kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit, khususnya pengadaan sarana prasarana menyebabkan aktivitas dan mobilitas masyarakat makin tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kesempatan berusaha terutama dalam bidang jasa dan perdagangan. Kegiatan pembangunan jaringan jalan juga meningkatkan mobilitas masyarakat, membantu masyarakat dalam pemasaran hasil pertaniannya. Di samping itu kebutuhan hidup masyarakat di pedesaan dapat dipenuhi dari hasil pertanian masyarakat itu sendiri. Pengadaan kebutuhan perusahaan dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat. Ini merupakan salah satu dampak positif terhadap peningkatan kesempatan berusaha bagi masyarakat sekitar.
          Dalam keterkaitan  ke depan dengan berkembangnya budidaya kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara juga akan mendorong munculnya industri pengolahan kelapa sawit, ini yang kemudian di sebut sebagai salah satu pembentuk potensi daya saing yaitu dalam bentuk pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS).
  Berikut ini adalah Pabrik pengolahan kelapa sawit yang sudah eksis di
 Provinsi Sumatera Utara yang tersebar dibeberapa Kabupaten/kota.


 Tabel : 2. Kapasitas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010
Sumber : Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian
3.3.   Multiplier Effect Ekonomi
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Sumatera Utara membawa perubahan besar terhadap keadaan masyarakat pedesaan. Di samping itu dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga  merangsang tumbuhnya  industri pengolahan yang  bahan bakunya dari kelapa sawit. Pembangunan  perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat  memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan sektor turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Dampak terhadap  masyarakat  sekitar pengembangan  perkebunan  kelapa sawit, tercermin dalam  terciptanya  kesempatan kerja bagi masyarakat tempatan. Begitu juga timbulnya kesempatan berusaha, seperti: membuka kios makanan dan minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga, serta jasa perbankan.  Semuanya ini akhirnya menimbulkan munculnya pasar-pasar  tradisional di daerah permukiman dan pedesaan. Dengan demikian pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat demikian juga  potensi daya saing ekonomi regional .
 Sejalan dengan  tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah :
1). Menumbuh kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
 2). Menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang  (pupuk, obat-obatan dll) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.
Dari potensi yang ada, maka pembangunan perkebunan  kelapa sawit di daerah Sumatera Utara juga akan membuka peluang pembangunan industri hulu-hilir kelapa sawit, membuka peluang usaha, tumbuhnya diversifikasi usaha, dan meningkatkan sumber devisa bagi daerah Sumatera Utara. Pembangunan ini juga akan membuka peluang kerja dan daya saing di daerah dan akan menumbuhkan sektor ekonomi lainnya yang pada gilirannya akan memunculkan daerah-daerah baru sebagai pusat-pusat pertumbuhan wilayah (Almasdi Syahza, 2004).
Pengembangan  perkebunan di pedesaan  telah membuka peluang kerja bagi masyarakat yang  mampu untuk menerima peluang tersebut. Dengan  adanya  perusahaan  perkebunan, mata pencaharian masyarakat setempat tidak lagi terbatas pada sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tertier. Bermacam  sumber pendapatan yang memberikan andil yaitu pedagang (dagang barang-barang harian, dagang karet, tiket angkutan dan penjual es), pegawai (guru, pemerintahan desa), industri rumah tangga (industri tahu, roti, dan percetakan genteng), buruh kasar, nelayan, pencari kayu di hutan dan tukang kayu.
Selain besaran jumlah pendapatan pada masing-masing rumah tangga petani kelapa sawit, hal yang perlu dicermati dalam  mengamati dampak pelaksanaan investasi perkebunan adalah timbulnya usaha-usaha baru yang dikelola oleh masyarakat. Kegiatan usaha tersebut pada dasarnya  merupakan  upaya peningkatan daya saing dan  pemanfaatan peluang usaha yang tercipta sebagai akibat adanya mobilitas penduduk, baik yang terpengaruh secara langsung maupun sebagai akibat usaha yang tercipta oleh adanya pengaruh tidak langsung dari pembangunan perkebunan yang memungkinkan terbukanya peluang usaha lainnya.
Suatu peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat  memanfaatkan peluang dan potensi daya saing   akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri. Yang kedua adalah kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi  usaha yang secara aktual dapat dioperasionalkan.
Walaupun  tidak  semua  kegiatan  perkebunan  memberikan  atau  menyebabkan timbulnya  sumber-sumber pendapatan bagi masyarakat, namun tergantung kepada jenis investasi perkebunan (inti atau plasma) dan sektor ekonomi yang akan dilakukan. Investasi tersebut  pada  akhirnya akan berpengaruh kepada seberapa besar  manfaat  kegiatan  perkebunan memberi tetesan pada masyarakat sekitarnya. Kebijaksanaan pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam memperoleh manfaat dari adanya pembangunan perkebunan sangat berpengaruh. Hal ini akan menentukan alternative variasi sumber-sumber pendapatan yang muncul kemudian.
Secara umum dapat diungkapkan bahwa dengan adanya kawasan perkebunan telah menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan baru  yang  bervariasi. Sebelum dibukanya kawasan perkebunan di pedesaan, sumber pendapatan masyarakat relatif homogen, yakni menggantungkan hidupnya pada sektor primer, memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia seperti  apa adanya tanpa penggunaan teknologi yang berarti. Data lapangan mengungkapkan pada  umumnya  masyarakat hidup dari sektor pertanian sebagai petani tanaman pangan (terutama palawija) dan perkebunan (karet). Pada masyarakat di sekitar aliran sungai mata pencaharian sehari-hari pada umumnya sebagai nelayan dan pencari kayu di hutan. Selain teknologi yang digunakan sangat sederhana dan monoton sifatnya tanpa pembaharuan (dari apa yang mampu dilakukan). Orientasi usahanya juga terbatas kepada pemenuhan kebutuhan keluarga  untuk  satu  atau  dua  hari  mendatang  tanpa  perencanaan  pengembangan  usaha yang jelas (subsistem).
Kondisi  sebelum  pembangunan  perkebunan  dengan  setelah adanya kegiatan perkebunan pendapatan masyarakat semakin beragam. Keragaman ini semakin memperkuat stabilitas struktur pendapatan rumah tangga karena memberikan alternatif pemasukan bagi keluarga pada saat sumber pendapatan lain mengalami kegagalan usaha. Rataan  pendapatannya dari masyarakat pedesaan dari kelapa sawit sebesar 87,64% dan 12,36% bersumber dari pendapatan di luar perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan pembangunan perkebunan telah menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi. Akibatnya di daerah-daerah sekitar pembangunan perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, terutama  terhadap  kebutuhan  rutin  rumah  tangga dan kebutuhan sarana produksi perkebunan kelapa sawit. Apabila dikaji dari struktur biaya pengusahaan perkebunan kelapa sawit yang teknis operasionalnya dirancang lebih banyak menggunakan  teknik manual, biaya yang berkaitan dengan tenaga kerja langsung serta tenaga teknis di lapangan memiliki porsi yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, perputaran uang yang terjadi di lokasi dalam jangka panjang diperkirakan dapat merangsang  pertumbuhan ekonomi dan potensi daya saing di wilayah ini dengan  tumbuhnya  perdagangan dan jasa. Hal  ini  memberikan arti bahwa  kegiatan  perkebunan  kelapa sawit  menciptakan  potensi  daya saing dan  multiplier effect, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha
                                                                                       
                                 IV.     KESIMPULAN
 Kegiatan   pembangunan  industry  perkebunan  kelapa sawit yang  melibatkan banyak tenaga kerja dan  investasi  yang  relatif  besar  untuk  industry  hilirnya, diestimasi  secara positif  mampu  merangsang,  menumbuhkan dan  menciptakan potensi daya saing ekonomi regional serta diservikasi lapangan kerja serta lapangan berusaha.  Melalui  kegiatan  ekonomi  yang  menghasilkan  barang  dan  jasa  yang  diperlukan  selama  proses  kegiatan  industry  perkebunan  kelapa  sawit  dan  pembangunan  industry  hilirnya akan  mempunyai  keterkaitan ke belakang (backward linkages).  Pada  proses  kegiatan  ini  akan  muncul  antara  lain  jasa  kontruksi,  jasa buruh tani,  jasa angkutan,  perdagangan  pangan  dan  sandang,  perdagangan  peralatan  kerja serta bahan dan  material  yang  dibutuhkan selama proses tersebut. Sedangkan pada  kegiatan  ekonomi waktu  pascapanen dan proses  produksi  akan  mempunyai  keterkaitan ke depan (foreward linkages).  Proses foreward  linkages yang diperkirakan  akan  muncul adalah  sector  jasa, antara lain: angkutan,  perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan, industri kecil di pedesaan  yang  memproduksi  alat  produksi  pertanian. Semua aktivitas ini akan  meningkatkan  indeks  kesejahteraan  masyarakat di daerah sekitarnya demikian juga potensi daya saingnya.

SARAN
 1.          Sebaiknya pengembangan budidaya komoditi kelapa sawit dilakukan pada lahan atau areal yang sudah tidak produktif lagi dengan memperhitung dampak-dampak negative lainnya seperti pembakaran lahan dan sejenisnya.
2.          Perlu dibatasi alih fungsi lahan atau konversi lahan agar lahan-lahan yang peruntukannya untuk tanaman pangan jangan sampai mengalami pergeresaran komoditi menjadi tanaman kelapa sawit.
3.          Perlunya mendorong industry hilir agar nilai tambah (added value) kelapa sawit bisa  senantiasa meningkatkan potensi daya saing.


DAFTAR PUSTAKA
 Biro Pusat Statistik, Sumatera Utara Dalam Angka 2003-2012 , BPS Propinsi Sumatera Utara, Medan.
Sipayung, Tungkot, 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit, IPB Press
Soemarno, Sutrisno Salyo, 2010, Jurnal Agritek Vol 18 Tahun 2010, Analisis Dampak PIR Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraaan Masyarakat Sekitar di Kabupaten Monokwari.
Syahza Almasdi, 2004. Kelapa sawit, Dampaknya terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar