Sabtu, 15 November 2014

MARUWANDI YOSUA SIMAIBANG

ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
(TUGAS MK. INTEGRASI KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SDA)



TUGAS AKHIR

OLEH :

MARUWANDI YOSUA SIMAIBANG
NIM. 137003009




PROGRAM STUDI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN (PWD)
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014

BAB I.
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembangunan regional merupakan bagian yang penting dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Dalam masa otonomi daerah saat ini setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kemampuan daerah tersebut. Pelaksanaan otonomi sebagai upaya yang tepat untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial sehingga meskipun terdapat perbedaan-perbedaan antar daerah yang disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana,faktor geografis seperti perbedaan kesuburan tanah maupun kondisi daerah, hal tersebut tidak akan mengakibatkan perbedaan dalam kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat diperoleh dari pengembangan wilayah yang dilakukan dengan cara pembangunan yang berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan saat ini sudah menjadi tujuan dalam pembangunan dan pengembangan kota/kabupaten di Indonesia.
Salah satu alat ukur konsep daerah yang berkelanjutan adalah tingkat dayasaing antar wilayah. Semakin tinggi daya saing suatu daerah, maka semakin tinggipula kesejahteraan masyarakatnya. Beberapa variabel yang diukur dalam pengukuran tingkat daya saing adalah variabel perekonomian daerah, variabel infrastruktur dan sumber daya alam serta variabel sumber daya manusia.
Sampai dengan menjelang sewindu implementasi UU 32 tahun 2004, masih sangat sedikit pihak yang menyadari pentingnya implementasi Pasal 2 ayat 3 UU 32 tahun 2004, yang menegaskan  bahwa tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan umum, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah. Sesungguhnya masih sedikit purposeful policies and implementations yang dimaksudkan untuk realisasi peningkatan daya saing daerah.Suatu studi pemetaan tentang kompetensi inti masing-masing daerah kabarnya telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian, tetapi dalam level kebijakan seperti apa hasil studi tersebut dioperasionalkan masih belum jelas. apabila bentuk hukumnya hanya Peraturan Menteri Perindustrian, hal ini jelas menunjukkan komitman yang tidak cukup kuat dari Pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing melalui kompetensi inti.
Memang di tengah ketidakpastian grand design tentang daya saing daerah tersebut, ada beberapa daerah yang dapat digunakan sebagai role model inisiatif daerah yang berusaha mendorong daya saing daerahnya. Salah satu di antaranya adalah kota Solo.Kota yang tidak memilik sumber daya alam apapun, seperti halnya kota-kota lainnya, Kota Solo mengkhususkan pada pembangunan daya saingnya melalui spirit kota budaya untuk mewujudkan Solo sebagai eco-cultural city. Juga seperti kota-kota lain, kota Solo dihadapkan pada problem kota yang rumit termasuk di antaranya masalah sektor informal termasuk PKL.
            Di era globalisasi dengan kondisi persaingan disegala bidang yang makin tajam, pemerintah daerah dituntut untuk mengubah paradigma orientasi lokal menjadi orientasi global. Untuk itu pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan wilayahnya menjadi wadah yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi dan industri, dengan penekanan pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya manusia serta sumberdaya alam lokal, kelembagaan dan teknologi.
            Adapun  langkah yang dapat dikembangkan pemerintah daerah adalah melakukan pemetaan secara cermat dengan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan, mengenai berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap daerah. Memberdayakan daya saing daerah, merupakan rumusan strategi pencapaian yang dapat dilakukan. Daya saing daerah haruslah spesifik atau tidak serupa, dengan memunculkan dan memupuk core competence-nya masing-masing, agar mampu mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan di seluruh wilayah tanah air.
Setelah memberdayakan daya saing, daerah juga dituntut untuk memasarkan daya saing tersebut Dengan menyusun sebuah sistem jaringan kerjasama antar daerah, maka masing-masing daerah dapat saling tukar - menukar informasi mengenai potensi daerahnya. Selain itu juga dapat meningkatkan minat investor dan masyarakat untuk berinvestasi.
Dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai pembuat peraturan di tingkat daerah guna menciptakan iklim yang kondunsif bagi investasi, regulasi yang dibuat harus mengandung paling sedikit empat karakteristik. Empat ciri regulasi yang dibuat pemerintah daerah haruslah: (1) regulasi bersifat fasilitatif, artinya memudahkan semua stakeholders yang terlibat atau akan terlibat dalam proses peningkatan daya saing daerah, (2) regulasi harus bersifat akomodatif, yaitu memperhatikan berbagai pendapat dan kepentingan, (3) regulasi harus bersifat sustainable, yaitu mementingkan aspek bisnis yang berkesinambungan dalam jangka panjang, dan (4) regulasi harus bersifat konsisten, dimana menjamin kepastian dan tidak menimbulkan benturan kepentingan dalam hubungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, hubungan antar daerah, maupun hubungan antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
Selain berperan sebagai regulator, pemerintah daerah dituntut untuk mengelola manajemen keuangannya dan mengatur alokasi dana secara efektif dan efisien sehingga alokasi dana pembangunan benar-benar menjadi stimulan yang mampu menciptakan multiplier-effect dan tidak bersifat konsumtif. Untuk itu sebaiknya pengeluaran pemerintah daerah dalam memasarkan daya saing, diarahkan untuk investasi di bidang SDM dan infrastruktur dasar seperti penyediaan jalan, jembatan, jaringan listrik, air minum dan telekomunikasi.
Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan PDB, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa. Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara lebih komprehensif, antara lain : (a) sebagai penyedia pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial (sosio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national security), (b) sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jassa, (c) sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subsitusi impor, (d) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri, (e) transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, dan (f) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor – sektor lain (a net outflow of capital for investment in other sectors); serta (g) peran pertanian dalam penyediaan jasa – jasa lingkungan.
Kondisi diatas menunjukkan sektor pertanian sudah selayaknya dijadikan sebagai suatu sektor ekonomi yang sejajar dengan sektor lainnya. Sektor ini tidak lagi hanya berperan sebagai aktor pembantu apalagi figuran bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi pameran utama yang sejajar dengan sektor industri. Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan sektor industri sangat tergantung dari pembangunan sektor pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan ekonomi. Dua alasan penting sektor pertanian harus dibangun terlebih dahulu, jika industrialisasi akan dilakukan pada suatu Negara, yakni alasan : pertama, barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat petani yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, maka pendapatan petani sudah semestinya ditingkatkan melalui pembangunan pertanian dan alasan kedua, sektor industri membutuhkan bahan mentah yang berasal dari sektor pertanian sehingga produksi hasil pertanian ini menjadi basis bagi pertumbuhan sektor industri itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhan di sektor pertanian diyakini memiliki efek pengganda (multiplier effects) yang tinggi karena pertumbuhan di sektor ini mendorong pertumbuhan yang pesat di sektor-sektor perekonomian lain. Misalnya di sektor pengolahan (agro-industry) dan jasa pertanian (agro-services).
Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa sektor pertanian atau agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Namun demikian pembangunan sektor pertanian masih mengalami permasalahan-permasalahan pokok yang menghambat pengembangannya baik permasalahan makro maupun mikro. Peningkatan daya saing sektor pertanian dengan pendekatan agribisnis mutlak harus terus dilakukan agar dapat berperan lebih baik  dalam perekonomian Indonesia, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
                Tingkat daya saing daerah kabupaten simalungun mempunyai karakteristikyang beragam dimana beberapa contoh adalah pada sektor pertanian, perkebunan, industri serta sumber daya manusia. Masing-masing kecamatan berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayahnya secara maksimal agar mampu mengembangkan taraf hidup masyarakat setempat. Berdasarkan pemikiran tersebut, penyusunan makalah ini berjudul Analisis Daya Saing Sektor Pertanian di Kabupaten Simalungun.

1.2    Rumusan Masalah
Perumusan Masalah Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka perkembangan sektor pertanian yang terjadi saat ini menunjukan progress yang baik bagi beberapa pihak penting, seperti petani. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan sektor pertanian saat ini. Dari hal tersebut maka akan diperoleh suatu dasar bagi penulis untuk dapat memfokuskan penjelasan makalah ini kearah rumusan yang lebih jelas.


Berdasarkan uraian di atas muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagaiberikut:
1.      Bagaimana tingkat daya saing daerah di Kabupaten Simalungun?
2.      Bagaimana potensi daya saing daeraeh di Kabupaten Simalungun?

1.3    Ruang Lingkup Pembahasan dan Batasan
Dari paparan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas maka ruanglingkup pembahasan dan batasan kami fokuskan terhadap “Daya Saing Daerah Kabupaten Simalungun yang terpusat pada Sektor Pertanian”.

1.4    Tujuan Penulisan
Bertitik berat pada latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan,maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui tingkat daya saing daerah di Kabupaten Simalungun.
2.      Menganalisis potensi daya saing daerah di Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan kajian tentang penelitian di atas diharapkan dapat memberimanfaat sebagai berikut :
1.      Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai potensi atau keunggulan di Kabupaten Simalungun.
2.      Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan keunggulan atau potensi daerah agar daerah tersebut berdaya saing tinggi.
3.      Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian yang sejenis.

Selain itu, makalah ini bertujuan untuk membahas secara bersama-sama tentang masalah pada sektor pertanian yang terjadi saat ini dan pemecahan masalah yang dapat dilakukan. Disamping itu, makalah ini juga bertujuan sebagai sarana pertukaran informasi atau ilmu guna mencapai tujuan yang sama.


1.5    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan. Latar belakang merupakan landasan pemikiran secara garis besar, baik secara teoritis dan atau fakta serta pengamatan yang menimbulkan minat dan penting untuk dilakukan pengamatan. Rumusan masalah adalah pernyataan tentang keadaan, fenomena dan atau konsep yang memerlukan pemecahan dan atau memerlukan jawaban melalui suatu pengamatan dan pemikiran mendalam dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan alat-alat yang relevan. Bagian tujuan penelitian mengungkapkan hasil yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Sedangkan sistematika penulisan mencakup uraian ringkasan dan materi yang dibahas pada setiap bab yang ada, jadi tidak sama dengan daftar isi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang kondisi geografis wilayah, landasan teori, penjelasan tentang daya saing daerah yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini.
BAB IIIPEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil, analisis serta pembahasan dari pertanyaan pertanyaan yang terdapat dalam makalah ini.
BAB IVPENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi penyajian secara singkat apa yang telah diperoleh dari pembahasan dimana simpulan harus sesuai dengan permasalahan, tujuan yang diajukan dalam bab-bab selanjutnya. Saran merupakan anjuran yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan terhadap hasil pembahasan tersebut.








BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1.  Kondisi Geografis
Simalungun sebagai salah satu kabupaten di Sumatera Utara, letaknya diapit oleh 7 kabupaten yaitu Serdang Bedagai, Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara dan Kota Pematangsiantar. Letak astronominya antara 02o36’ - 03o18’ lintang utara dan 98o32’ - 99o35’ bujur timur dengan luas 4.386,60 km2
Suhu udara rata – rata di Simalungun tahun 2011 adalah 25,0oC, dengan suhu paling rendah 21,8 oC dan suhu tertinggi 30,3 oC terjadi pada bulan mei. Kelembapan udara rata-rata perbulannya adalah 85,0% dengan kelembapan udara tertinggi terjadi pada bulan November – Desember yaitu 95% atau rata – rata 87%. Penguapan rata – rata 2,97 mm/hari.
Rata-rata haru hujan per bulannya 15 hari hujan dengan hari hujan terbanyak di bulan oktober yaitu 26 hari hujan sementara curah hujan terbesar terjadi pada bulan Desember yaitu 427 mm3sedangkan di bulan juli hanya 99 mm3.

2.2. Landasan Teori
            Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapatditerapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yangdidefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya saing mengacukepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit yang dicapai olehperusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur terkinimengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempitmencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakupaspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapijuga mencakup aspek di luar perusahaan seperti iklim berusaha (businessenvironment) yang jelas-jelas di luar kendali suatu perusahaan. Aspek-aspektersebut dapat bersifat firm-specifik, region-specifik, dan bahkan country-specific.
            Daya saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan IndustriInggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkanpendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadappersaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre for Urbanand Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagaikemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalammenghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih meratauntuk penduduknya (Abdullah, 2002).
            Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa halsebagai berikut:
1.      Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitasatau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebihmemilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatuperekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.
2.      Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapijuga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadudalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peranbesar sektor swasta perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatiantidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjagaluasnya cakupan konsep daya saing.
3.      Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomiantak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk didalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalahkonsep yang maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuahbesaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomihanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangkapeningkatan standar kehidupan masyarakat.
4.      Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilahperan keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadirelevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatuperekonomian yang tertutup.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dayasaing daerah adalah “Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapaipertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengantetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional” (Abdullah, 2002).

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah
                Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ira Irawati, 2008 dengan judulPengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel PerekonomianDaerah, Variabel Infrastruktur Dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel SumberDaya Manusia Di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, variabel penentu dayasaing daerah adalah Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber DayaAlam, dan Sumber Daya Manusia.

            Masing-masing indikator di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dariperekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah,akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian,serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makromempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut :
·         Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknyadalam jangka pendek.
·         Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan dayasaing dalam jangka panjang.
·         Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masalalu.
·         Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkankinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatuperekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaanperusahaanyang akan bersaing secara internasional maupun domestik.
b.      Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Infrastruktur dalam hal ini merupakan variabel dimana seberapa besarsumber daya seperti modal fisik, geografi, dan sumber daya alamdapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah.Variabel ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagaiberikut:
·         Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupunkualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.
·         Modal alamiah baik berupa kondisi geografi maupun kekayaan alamyang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomiandaerah.
·         Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yangmendukung berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.
c.       Sumber Daya Manusia
Variabel sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untukmengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktorsumber daya manusia ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkanprinsip-prinsip berikut:
·         Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akanmeningkatkan daya saing suatu daerah.
·         Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalammeningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.
·         Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan dayasaing suatu daerah.
·         Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saingdaerah tersebut begitu juga sebaliknya.

2.4Indikator Penentu Daya Saing Daerah
                Variabel daya saing daerah kota di Jawa Tengah yang digunakan dalampenelitian ini adalah Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, serta Sumber Daya Manusia. Masing-masing variabel berisi indikator-indikatorpenentu daya saing.
            Indikator Perekonomian Daerah antara lain Produk Domestik RegionalBruto, Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB per Kapita, Tabungan, Laju PertumbuhanTabungan, Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Industri, Laju PertumbuhanSektor Jasa, Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian, Pendapatan asliDaerah, dan Realisasi Pajak Daerah.
            Sedangkan indikator Infrastruktur dan Sumber Daya Alam adalahKetersediaan Sumber Daya Lahan, Hasil Sumber Daya Air, Kualitas Jalan Raya,Jumlah Pelanggan Listrik, dan Persentase Rumah Tangga Terhadap KepemilikanPesawat Telepon.Untuk variabel Sumber Daya Manusia indikatornya antara lain AngkaKetergantungan, Tingkat Partisispasi Angkatan Kerja, Persentase Penduduk UsiaProduktif Terhadap Total Penduduk, Rasio Siswa Terhadap Sekolah, dan RasioJumlah Pengajar Terhadap Siswa.











BAB III.
PEMBAHASAN

3.1       Kinerja Sektor Pertanian dan Peranannya dalam Pembangunan
            Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian di Kabupaten Simalungun. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian dalam struktur perekonomian daerah sebagaimana tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja.
3.1.1    Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB
            Sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Daerah yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Simalungun. Nilai PDRB dan kontribusi PDRB setiap sektor perekonomian disajikan pada Tabel 1. Kontribusi PDRB sektor pertanian sebesar 57% dari total PDRB untuk seluruh sektor perekonomian di Kabupaten Simalungun. Apabila melihat perkembangan PDRB dalam rentang tahun 2007 – 2011 maka rata – rata kontribusi PDRB pada sektor pertanian sebesar 57% dan hal ini selalu konstan sepanjang tahun.
Tabel 1. Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB ADH Konstan Kabupaten Simalungun 2007 – 2011
No
Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
2011
1
Pertanian
57,76
57,62
57,81
57,75
57,67
2
Pertambangan dan Penggalian
0,37
0,37
0,37
0,36
0,36
3
Industri Manufaktur
15,70
15,29
14,92
14,80
14,56
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,46
0,48
0,49
0,50
0,51
5
Bangunan
1,68
1,69
1,69
1,70
1,76
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
8,06
8,10
8,11
8,21
8,26
7
Pengangkutan dan Komunikasi
2,48
2,50
2,52
2,53
2,55
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,80
1,89
1,93
2,00
2,21
9
Jasa – Jasa
11,69
12,07
12,15
12,14
12,13
PDRB
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber : BPS : Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Pengembangan sektor pertanian akan lebih cepat jika dilakukan terspesifikasi. Sektor pertanian memiliki beberapa subsector diantaranya yaitu tanaman pangan, perikanan, kehutanan, peternakan dan tanaman perkebunan. Jika dilihat dari Tabel 2 dibawah ini, dapat dilihat bahwa sub sektor pertanian terhadap sektor pertanian Kabupaten Simalungun tahun 2007 sampai 2011 ,dibawah ini, dapat dilihat bahwa subsector tanaman pangan memberikan kontribusi kedua terbesar setelah sub sektor perkebunan.
Tabel 2. Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB ADH Konstan Kabupaten Simalungun 2007 – 2011
No
Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
2011
1
Sektor Pertanian
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00

a.       Tan. Bahan Makanan
43,46
43,74
43,74
43,72
43,45

b.      Tan. Perkebunan
48,73
48,63
48,74
48,80
49,18

c.       Peternakan dan Hasilnya
5,27
5,16
5,04
5,01
4,96

d.      Kehutanan
1,24
1,20
1,19
1,18
1,14

e.       Perikanan
1,30
1,27
1,28
1,26
1,26
Sumber : BPS : Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012

            Peranan besar yang dimiliki sektor pertanian dalam pertumbuhan PDRB memberikan sinyal positif bagi Kabupaten Simalungun untuk lebih serius dan secara konsisten menerapkan revitalisasi pembangunan pertanian terutama dalam memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Simalungun Tahun 2011 (%)
           
Sektor
Laju Pertumbuhan
Sumber Pertumbuhan
2010
2011
2010
2011
Pertanian
5,01
5,65
2,89
3,26
Pertambangan dan Penggalian
4,21
5,04
0,02
0,02
Industri Pengolahan
4,29
4,10
0,64
0,61
Listrik, Gas dan Air Bersih
6,67
8,41
0,03
0,04
Bangunan
5,69
9,42
0,10
0,16
Perdagangan, Hotel dan Restoran
6,34
6,47
0,51
0,53
Pengangkutan dan Komunikasi
5,72
6,40
0,14
0,16
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8,73
16,74
0,17
0,33
Jasa – Jasa
5,07
5,65
0,62
0,69
Pertumbuhan PDRB Simalungun
5,12
5,81
5,12
5,81
Sumber : BPS : Indikator Ekonomi Kabupaten Simalungun Tahun 2012

            Tahun 2011 Laju Pertumbuhan PDRB Simalungun didorong oleh seluruh sektor kegiatan ekonomi dimana sektor pertanian yang merupakan pendorong terbesar (sumber pertumbuhan terbesar) yang mencapai 3,26% disusul oleh sektor jasa-jasa 0,69% dan sektor industri 0,61%. Tahun 2010 sumber pertumbuhan dari sektor jasa – jasa berada pada urutan ke 3 setelah sektor industri. Hal ini memperlihatkan pertumbuhan sektor jasa – jasa lebih cepat dibandingkan dengan sektor industri, sementara sumber pertumbuhan PDRB Simalungun terkecil masih sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih masing – masing 0,02% dan 0,04% walaupun kedua sektor ini mengalami percepatan peretumbuhan masing – masing 4,21% dan 6,67% pada tahun 2010 menjadi 5,04% dan 8,41% pada tahun 2011.
3.1.2    Kontribusi Sektor Pertanian dalam penyerapan Tenaga Kerja
            Pembangunan ekonomi yang dipilih saat ini adalah dengan menerapkan “Strategi Tiga Jalur (Triple Tracks Strategy), yakni : stabilitas ekonomi makro; pengembangan sektor riil, utamanya melalui pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil; serta revitalisasi pertanian dan pedesaan (Krisnamurthi, 2006). Strategi tersebut telah dijadikan panduan dalam menggerakkan ekonomi melalui berbagai kebijakan pemerintah. Tiga jalur ini berasaskan pro-growth, pro-employment, dan pro-poor dalam setiap program pembangunan ekonomi. Sektor pertanian telah mampu memberikan kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Dalam hal ini sektor pertanian melalui pendekatan agribisnis menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah pengangguran yang kian tahun kian meningkat. Masalah pengangguran merupakan masalah yang secara makro menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasi dengan memberikan berbagai solusi yang dapat memuaskan seluruh pihak.
Data BPS yang ditunjukkan pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Simalungun Usia 15 Tahun yang bekerja sebesar 399.401 orang dan 59% (235.460 orang) bekerja pada sektor pertanian, selanjutnya 19% pada sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (75.874 jiwa).
Tabel 4. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Kerja Tahun 2011 (jiwa)
Sektor
Kota
Desa
Jumlah
Pertanian
35.397
200.063
235.460
Industri
6.842
8.804
15.646
Perdagangan, Rumah Makan & jasa Akomodasi
30.079
45.795
75.874
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan perorangan
19.288
19.497
38.785
Lainnya
16.030
17.606
33.636
Jumlah
107.636
291.765
399.401
Sumber : BPS : Statistik Daerah Kabupaten Simalungun 2012
3.2       Produksi dan Produktivitas Komoditi Pertanian
            Nilai produksi beberapa komoditi pertanian diperlihatkan pada Tabel 5 dimana tanaman padi menyumbang produksi sebesar 511.044 ton pada tahun 2011 meningkat 12,14% dibandingkan tahun 2010 (455.705). Meningkatnya produksi ini dikarenakan bertambahnya luas panen dan meningkatnya produktivitas tanaman padi. Kabupaten Simalungun menjadi lumbung beras Sumatera Utara pada beberapa tahun terakhir dan Kepala Negara sudah pernah melaksanakan panen perdana terhadap padi sawah, hal ini diikuti oleh kedatangan Wakil Kelapa Negara untuk acara yang sama pada tahun 2012 silam.
Tabel 5. Statistik Tanaman Pangan di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 – 2011
Uraian
2009
2010
2011
Padi



a.       Luas Lahan (Ha)
97.832
93.343
96.200
b.      Produksi (Ton)
460.017
455.705
511.044
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
47,02
43,82
53,12
Jagung



a.       Luas Lahan (Ha)
65.820
63.712
64.935
b.      Produksi (Ton)
316.336
324.655
371.062
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
48,06
50,95
57,14
Kedelai



a.       Luas Lahan (Ha)
602
401
407
b.      Produksi (Ton)
632
492
327
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
10,56
12,27
8,03
Kacang Tanah



a.       Luas Lahan (Ha)
4.124
4.358
1.860
b.      Produksi (Ton)
4.974
5.126
1.377
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
12,05
11,76
7,40
Ubi Kayu



a.       Luas Lahan (Ha)
14.249
12.569
11.843
b.      Produksi (Ton)
358.062
332.427
327.184
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
251,28
264,48
276,27
Ubi Jalar



a.       Luas Lahan (Ha)
3.080
4.189
3.342
b.      Produksi (Ton)
35.641
51.239
34.149
c.       Produktivitas (Kuintal/Ha)
115,71
122,32
102,18
Sumber : BPS : Statistik Daerah Kabupaten Simalungun 2012
Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran empat faktor penggerak pembangunan, yaitu sumberdaya alam (pertanian), sumberdaya manusia (SDM), teknologi serta kelembagaan yang senantiasa ditingkatkan. Namum demikian upaya peningkatan produksi dan produktivitas harus senantiasa dilakukan sehingga sektor pertanian akan lebih berperan dalam perekonomian nasional.
3.3       Peranan baru dan tantangan sektor pertanian
3.3.1    Peranan Baru Sektor Pertanian
            Pertanian dijadikan sebagai way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat pertanian di pedasaan. Sekitar 45 persen tenaga kerja kita tergantung dari sektor pertanian primer. Peranan sektor pertanian selama ini dalam perekonomian secara tradisional kerap hanya dilihat melalui sejauh mana kontribusinya dalam pembentukan PDRB, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa.Peranan baru sektor pertanian sekarang ini dapat diletakkan dalam kerangka “3F contribution in the economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan fuel (bahan bakar). Namun, apabila kita tidak mampu mengelola pertanian dengan baik, maka akan dapat menciptakan jebakan sindrom 3 F, yaitu Food, Feed and Fuel seperti yang diungkapkan oleh (Putri, 2009).
            Peranan pertanian kaitannya dengan “food” adalah sektor pertanian menjadi leading sector dalam pembangunan ketahanan pangan. Artinya peranan sektor pertanian sangat menentukan terwujudnya sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas melalui ketersediaan dan kecukupan pangan baik nabati maupun hewani. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan tidak lagi diartikan sebagai ketersediaan dan kecukupan pangan tetapi juga disertai dengan kecukupan protein hewani dan pangan lainnya sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH). Sektor peternakan dalam kerangka pembangunan pertanian dalam arti luas memiliki peranan yang besar dalam menciptakan pangan hewani bermutu tinggi.
            Kaitannnya dengan “feed”, sektor pertanian memiliki peranan sebagai pemasok terbesar bahan baku utama pakan ternak. Jagung merupakan komoditi pertanian terbesar yang digunakan untuk pakan ternak ungags. Pakan ternak ungags menggunakan bahan baku yang berasal dari jagung sebesar ± 60%. Selama beberapa tahun terakhir ini, jagung digunakan sebagai penghasil sumber energi terbarukan (renewable) untuk keperluan bahan bakar (fuel). Hal ini menunjukkan bahwasektor pertanian telah berperan sebagai penghasil energi,(biofuel) di amerika (AS) meningkat tajam dari 166 pabrik pada tahun 2006 sekarang meningkat tajam menjadi 429 pabrik biofuel.tidak heran, apabila permintaan energi terbarukan ke depan dari biomassa seperti biofueljagung akan semakin meningkat.Presiden Bush menargetkan 20% konsumsi bahan bakar akan berganti dengan biofuel pada 2017 dimananaiknya harga minyak dunia akan mendorong riset dan pembangunan pabrik biofuel menjadi feasible.
            Besarnya peranan sektor pertanian termasuk di dalamnya aspek food (pangan),feed (pakan)dan fuel (bahan bakar) menunjukan bahwa eksistensi sektor pertanian telah mampu menciptakan rantai nilai tambah bisnis yang berasal dari lahan usaha hingga makanan yang siap saji(from farm to table bussiness).sektor pertanian tidak hanya berkaitan dengan on-farmsaja namunlingkup sektor pertanian juga berkaitan dengan off-farm,baik hulu hingga hilir.hal ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian memiliki peran yang strategis untuk mewujudkan pembangunan secara komperehensif sehingga pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan sekaligus menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
3.3.2    Tantangan Sektor Pertanian
            Tidak dapat dielakkan sektor pertanian juga mengalami berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi.hal ini tidak terlepas dari beberapa hambatan dalam pengembangan pertanian di Negara-negara berkembang antara lain : pertama,belum terciptanya efisiensi teknis dan ekonomis usaha pada sektor pertanian sehingga rendahnya daya saing komoditi pertanian.kedua,kondisi politik,ekonomi dan keamanan yang masih tidak menentu sehingga tidak konduksif bagi para investor untuk menanamkan modal pada sektor pertanian.ketiga,kondisi infrastruktur yang buruk karena pada dasarnya pembangunan tingkat output sektor pertanian sangat tergantung pada infrastruktur yang baik. keempat,kualitas sumber daya manusia atau (SDM)yang relatif rendah.kelima,kebijakan pemerintah belum berpihak pada sektor pertanian walaupun revitalisasi pertanian sudah dicanangkantetapi di lapangan masih terlihat adanya inkonsistensi kebijakan (policy inconsistency).
3.4       Tinjauan Konseptual Tentang Daya Saing dan Pengukurannya        
Sebagian pakar mengemukakan bahwa konsep daya saing (competitiveness) berpijak dari keunggulan komparatif (comparative advantage), hal ini seperti diungkapkan Ricardo yang merupakan konseptor ekonomi. Namun sebagian pakar lain mengemukakan bahwa konsep daya saing (competitiveness) atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) bukan merupakan konsep ekonomi melainkan konsep politik dan atau konsep bisnis yang digunakan sebagai dasar bagi banyak analisis strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993) konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distrosi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efesiensi secara ekonomi.Keunggulan kompetitif atau (revealed competitive advantage/RCA) merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian actual dimana terkait dengan konsep keunggulan komperatif adalah kelayakan ekonomi dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktifitas.Sumber distorsi yang dapat mengganggu tingkat daya saing antara lain adalah(1) kebijakan pemerintah (governmet policy),baik yang bersifat langsung (seperti tarif) maupun tidak langsung (seperti regulasi); dan (2) distorsi pasar, karena adanya ketidaksempurnaan pasar (market imperfection),misalnya adanya monopoli/monopsony domestik.
Dapat terjadi bahwa di tingkat produsen, suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatifternyata memiliki biaya oportunitas (opportunity cost) yang relatif rendah namun ditingkat konsumen karena ia tidak memiliki daya saing (keunggulan kompetitif) sebagai akibat dari adanya distorsi pasar dan/atau biaya transaksi yang tinggi atau hal sebaliknya yang dapat terjadi karena adanya dukungan (campur tangan) kebijakan pemerintah.
3.5       Strategi Peningkatan Daya Saing Pertanian
3.5.1    Peningkatan Efesiensi dan Produktivitas
            Esensi dari daya saing suatu industri,perusahaan atau komoditas adalah efesiensi dan produktivitas sumber pertumbuhan produksi pertanian berasal dari pengembangan luas areal tanam dan peningkatan produktivitas pertumbuhan produksi pertanian melalui perluasan areayang semakin terbatas di pulau jawa namun masih terbuka secara luas untuk luar pulau jawa. Sementara itu sumber pertumbuhan pruduktivitas sebagai komoditas pertanian masih ada ruang yang cukup luas baik di pulau jawa maupun di luar pulau jawa. Hal tersebut dapat ditunjukan masih tingginya kesenjangan produktifitas antar lokasi atau wilayah dalam agroekologi yang sama.
            Sumber pertumbuhan produktivitas, antara lain adalah (coelli et.al; 1998): perubahan teknologi (technical change, TC) dan efesiensi teknis (tehnical effesiensi, TE) dan skala usaha (economic of scale).
3.5.2    Investasi Faktor Penting Dalam Meningkatkan Daya Saing Pertanian
            Iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang dikaitkan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan intensif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh pada baik tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia adalah tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial,tetapi juga stabilitas ekonomi,kondisi infrastruktur dasar (listrik,telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan),berfungsinya sektor pembiayaan dan sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu ketenagakerjaan),regulasi,perpajakan,birokasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk koropsi,konsistensi dan kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan kegiatan investasi,hak milik (property rights) mulai dari tanah sampai kontrak dan penegakan hukum (law enforcement).
            Indonesia sebagai Negara transforming countries dicirikan dengan sebagian besar petani menggarap yang kurang dari setengah hektar lahan dan hasil panen tradisional  hanya menyediakan sedikit peluang menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan  pendapatan. Adapun strategi baru yang seyogyanya diadopsi oleh pemerintah kita adalah  perubahan orientasi pembangunan pertanian yang selama ini terfokus pada tanaman bernilai rendah (low-value commodities) ke yang bernilai tinggi (high-value commodities), dari orientasi pasar domestik ke pasar internasional, dari pertanian on farm ke agribisnis dan agroindustri di pedesaan yang menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi.
            Hal ini tentu menjadi gambaran keadaan pertanian di Kabupaten Simalungun, dimana sebagian besar kebijakan publik mengenai pertumbuhan sektor pertanian masih berada dipusat sehingga apapun rencana strategis yang disusun pada pemerintah pusat akan mempengaruhi susunan rencana strategis pada setiap daerah otonom. Sebagai contoh, apabila Negara merumuskan suatu formula tentang sprint race masterplan of agriculture development yang dituangkan dalam peraturan pemerintah maka setiap daerah otonom akan mengaplikasikan dalam berbagai peraturan daerah yang mendukung keputusan pemerintah pusat.
3.5.3    Transformasi Pertanian
            Pembangunan pertanian yang berkelanjutan dapat diwujudkan melalui peningkatan daya saing sektor pertanian,baik on-farm maupun off-farm.Tentunya peningkatan daya saing sektor pertanian harus dapat menyentuh hingga ke tingkat petani. Pembangunan pertanian yang  berdaya saing dapat dilakukan  dengan menerapkan transformasi pertanian  itu sendiri.Hal ini disebabkan karena pembangunan pertanian pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi pertanian, yaitu suatu proses perubahan bukan hanya pergeseran sektoral (primer-sekunder-tersier atau pertanian-industri-jasa) namun juga perubahan dinamika sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Sebagai Negara agraris sebagian besar penduduk pedesaan di Indonesia menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian.
            Kata transformasi diambil dari terjemahan kata transformation yang dapat diartikan sebagai proses perubahan. Dalam arti yang luas transformasi mencakup bukan saja perubahan pada bentuk luar namun juga pada hakikat atau sifat dasar, fungsi dan struktur atau karakteristik perekonomian suatu masyarakat.Transformasi pertanian atau agribisnis di pedesaan dapat diartikan sebagai perubahan bentuk,ciri,strukturdan kemampuan sistem pertanian yang dapat menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, danmenyehatkan perekonomian masyarakat pedesaan.
            Transformasi masyarakat pedesaan dapat dipandangsebagai proses moderisasi atau pembangunan.Dalam pembangunan, sektor pertanian atau kegiatan agribisnis dapat di pandang sebagai leading sector-nya.Pranadji(1995)menjelaskan tentang transformasi ekonomi pertanian yang berciri budaya tradisional/subsisten ke yang berciri budaya modern/komersial. Transformasi pertanian di pedesaan merupakan respons dan antisipasi terhadap tuntutan kemajuan untuk hidup lebih baik dalam globalisasi pasar.
            Penerapan transformasi pola pertanian tradisional harus menyadari bahwa upaya menyesuaikan stuktur pertanian dalam rangka memenuhi tuntutan atau permintaan bahan pangan yang semakin meningkat harus meliputi perubahan-perubahan yang mempengaruhi seluruh struktur sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan. Maka dari itu, faktor–faktor yang butuhkan “to get agriculture moving “ antara lain adalah kombinasi antara teknologi yang tepat, kelembagaa pedesaan yang fleksibeldan orientasi  pasar yang memungkinkan petani memperoleh imbalan yang memadai dari upaya yang telah dikeluarkannya.
Transformasi pertanian tentunya berkaitan dengan peningkatan produktivitas pertanian,penggunaan sumber daya yang dihasilkan untuk  pembangunan diluar sektor pertanian serta integrasi pertanian  dengan ekonomi nasional melalui pengembangan infrastrukturdan akses pasar. Transformasi pertanian diterapkan tidak lain untuk mewujudkan sektor pertanian dan pedesaan yang maju,modern,dan mampu memberi kesejahteraan bagi para pelakunya.Tentunya penerapan  transformasi pertanian diperlukan upaya-upaya yang terstruktur dan terukur.Berbagai upaya tersebut tentunya perlu di petakan dalam dimensi waktu menurut prioritas dan kepentingannya.Ada upaya–upaya yang memang perlu dilakukan secara terus menerus(rutin) dan ada upaya yang harus selesaipada kurun waktu tertentu. Upaya–upaya jangka pendek perlu di identifikasi untuk diletakkan secara harmonis menjadi kesatuan dengan upaya–upaya yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang,sehingga terlihat kesinambungan antara masa kini dan masa depan.
Upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui transformasi pertanian dapat diringkaskan kedalam dua kelompok agenda besar,yaitu : (a) perbaikan dan peningkatan pengusaha petani terhadap aset atau tanah pertanian dan (b) peningkatan nilai produk yang dihasilkan per satuan aset yang dikuasai.
Untuk perbaikan dan peningkatan penguasaan petani terhadap aset pertanian maka agenda kedepan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
1.      Secara konsisten melaksanakan reformasiagraria yang memungkinan petani dapat memperoleh akses yang lebih luas terhadap sumberdaya lahan dan pertanian.
2.      Memperluas kesempatan kerja diluar usaha tani melalui pengembangan agroindustri di pedesaaan yang berbasiskan sumber daya lokal serta pengembangan industri yang bersifat pada tenaga kerja (labor intensive) yang mampu menyerap kelebihan tenaga kerja sektor pertanian.
3.      Memperbaiki akses petani terhadap sumber–sumber pembiayaan baik untuk investasi maupun modal kerja.
4.      Memperbaiki prasarana dan sarana pertaniaan dan pedesaan yang memungkinkan lahan–lahan yang selama ini tidak produktif (terbengkalai) dapat diusahakan oleh petani.
5.      Meningkatkatkan pendidikan dan kesehatan anggota rumah tangga petani sehingga keluarga tani mampu mengadopai teknologi yang lebih menguntungkan dan mampu memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk berkompetisi dan memperoleh pendapatan dari luar usaha tani atau pun dariluar pertanian.
Sedangkan peningkatan nilai produk dari setiap satuan aset yang digunakan dapat di tempuh dengan perbaikan produktivitas, perbaikan kualitas dan peningkatan harga per satuan produk yang di terima petani.Agenda lain dapat di lakukan antara lain adalah :
1.      Memperbaiki dan meningkatkan teknologi di setiap tahapan produksi yang memungkinkan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi per satuan aset ataupun per satuan tenaga kerja.
2.      Memperkuat kelembagaan yang memungkinkan terjadinya transfer teknologi dengan benar dan cepat.
3.      Memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas ketersediaan sarana produksi pertanian.
4.      Memperbaiki dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi pertanian dan akses pada pembiayaan untuk modal kerja.
5.      Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian dan pedesaan.
6.      Mengurangi resiko harga yang dihadapi petani, baik harga ouput maupun input pertanian melalui kebijakan yang tepat.
7.      Meningkatkan pendidikan dan kesehatan bagi petani sehingga petani mampu memanfaatkan peluang – peluang yang memungkinkan untuk meningkatkan nilai produksi per satuan aset yang diusahakannya.
8.      Menghapuskan berbagai pungutan yang membebani produk pertanian, terutama pungutan liar ataupun menurunkan daya saing.
9.      Meningkatkan kerjasama antar daerah otonom dalam mengelola sumber daya alam.
10.  Melindungi petani dari persaingan yang tidak sehat dan tidak adil. Berbagai program dan kebijakan tersebut akan sulit memperoleh hasil yang memuaskan apabila lingkungan ekonomi yang bersifat makro tidak mendukung. Kebijakan moneter (nilai tukar, suku bunga maupun inflasi) dan kebijakan fiskal (pajak, tarif maupun subsidi) perlu memperhitungkan dampaknya bagi pembangunan pertanian dan pedesaan.
3.5.4    Pentingnya Kebijakan yang Kondusif Dalam Meningkatkan Daya Saing Pertanian
            Berdasarkan masalah dan penyebab masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha agribisnis (mencakup pertanian skala kecil) yang berdaya saing maka disusun pokok-pokok kebijakan sebagai berikut
1.      Kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi distorsi pasar, baik distorsi karena ketidaksempurnaan pasar maupun distorsi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
2.      Kebijakan-kebijakan yang berpihak pada petani baik kebijakan bersifat insentif (perlindungan melalui kebijakan tarif) maupun domestic support berupa subsidi input, pengembangan infrastruktur pertanian di pedesaan, infrastruktur pemasaran, penelitian dan pengembangann serta kemudahan eksport.
3.      Peningkatan akses pelaku agribisnis terhadap pembiayaan usaha agribisnis. Salah satu hambatan pokok petani Indonesia dalam mengembangkan usaha pertanian yang berdaya saing adalah terbatasnya modal dan lemahnya akses terhadap sumber daya permodalan. Dalam upaya mengatasi permodalan petani, perlu dikembangkan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), serta mewujudkan lembaga keuangan mikro di pedesaan yang tidak mensyaratkan adanya collateral, dengan memanfaatkan sumber dana yang berasal dari program-program pemerintah. Hal ini juga harus disertai dengan kegiatan pengembangan kelembagaan petani, dan peningkatan kualitas SDM petani/kelompok usaha.
4.      Peningkatan akses terhadap informasi pasar. Pemasaran produk pertanian merupakan aspek penting dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing. Dengan demikian, guna mengembangkan usaha agribisnis perlu ditempuh kegiatan-kegiatan yang mampu mendorong peningkatan pemasaran produk-produk pertanian baik dalam bentuk bahan mentah/segar maupun dalam bentuk hasil olahan.
5.      Mempercepat penyampaian inovasi teknologi pertanian ke pelaku agribisnis. Pengembangan agribisnis perlu didukung oleh teknologi sehingga diseminasi inovasi teknologi harus dipercepat agar dapat memberikan hasil yang optimal.
6.      Peningkatan kapasitas usaha pelaku agribisnis dan mutu produk. Untuk mengurangi kehilangan, meningkatkan mutu hasil dan nilai tambah produk pertanian serta penanganan pemasaran perlu dikembangkan dalam hal sarana penanganan pasca panen dan pengolahan hasil, pembinaan-pembinaan dan pelatihan-pelatihan bagi pelau usaha agribisnis/kelompok usaha.
7.      Penguatan lembaga penyuluh pertanian. Dalam rangka revitalisasi penyuluhan maka kegiatan diarahkan pada pengembangan dan pemetaan lembaga penyuluhan, pelatihan dan pendampingan, penumbuhan tenaga penyuluh kontrak/swakarsa serta perbaikan metodologi penyuluhan di era otonomi daerah.  Di tingkat pedesaan perlu dikembangkan “village centre for agribusiness” yang merupakan pusat pelayanan informasi dan teknologi.



BAB IV.
PENUTUP

1.      Kesimpulan
a.       Sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia, yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Simalungun. Selain itu peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 59%(235.460 orang ) yang bekerja pada sektor pertanian. adapun  besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat karya (labor intensive) dan berimplikasi pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.
b.      Peranan baru sektor pertanian sekarang ini dapat diletakkan dalam kerangka “3 F contribution in the economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan fuel (bahan bakar). Peranan pertanian kaitannya dengan “food” adalah sektor pertanian menjadi leading sector dalam pembangunan ketahanan pangan. Artinya peranan sektor pertanian sangat menentukan terwujudnya sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Kaitannya dengan “feed” adalah sektor pertanian memiliki peranan sebagai pemasok terbesar bahan baku utama pakan ternak. selama beberapa tahun terakhir ini, jagung digunakan sebagai penghasil sumber energi terbarukan (renewable) untuk keperluan bahan bakar (fuel). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian telah berperan sebagai penghasil energy (biofuel).
c.       Daya saing (competitiveness) dapat ditinjau dari banyak perspektif. Daya saing dapat diartikan dalam perspektif konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) dari Ricardo yang merupakan konsep ekonomi. Sementara itu, daya saing juga dapat diartikan dalam perspektif keunggulan kompetitif (competitive advantage). Konsep keunggulan kompetitif ini bukan merupakan konsep ekonomi semata, tetapi juga merupakan konsep politik dan atau konsep bisnis yang digunakan sebagai dasar bagi banyak analisis strategis untuk meningkatkan kinerja industri. Perkembangannya selanjutnya dimana para ekonom mengartikan keunggulan kompetitif sebagai hasil kombinasi dari adanya distorsi pasar dan keunggulan komparatif (comparative advantage). Daya saing didefenisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan sumber daya yang digunakan.
d.      Peran pemerintah dalam meningkatkan daya saing pertanian harus mengarah pada penciptaan iklim usaha yang kondusif sehingga mampu merangsang investor baik domestik maupun asing. Hal ini dapat dilakukan dengan menjamin keamanan dan dukungan infrastruktur penunjang lainnya seperti infrastruktur publik (jalan, sarana dan prasarana produksi lainnya seperti air, listrik dan infrastruktur penelitian (R&D)) yang mendukung investasi. Pembangunan infrastruktur dapat dianggap sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur tidak hanya terbatas dalam membangun jalan bebas hambatan atau pelabuhan tetapi harus difokuskan kepada pembangunan infrastruktur pertanian.

2.      Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan mengenai pengembangan daya saing daerah sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat maka dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
a.       Revitalisasi pemahaman amanat konstitusional terkait dengan daya saing sudah sangat mendesak dilakukan.
b.      Eksplorasi sebanyak mungkin inisiatif daerah sangat penting untuk memberikan keyakinan bahwa peningkatan daya saing nasional melalui peningkatan daya daerah dalam kerangka otonomi daerah bukankah sesuatu yang mustahil, sekaligus sebagai lesson learned bagi segenap penyelenggara pemerintahan daerah.
c.       Kebijakan berskala nasional yang akurat sangat mendesak terkait dengan pelaksanaan amanat Pasal 2 ayat 3 UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.






DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2012.
Krisnamurthi, Bayu. 2006. Revitalisasi Pertanian : Sebuah Konsekuensi Sejarah dan Tuntutan Masa Depan. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Krisnamurthi, Bayu. 2009. Pengembangan Agribisnis Buah Indonesia : Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian bogor.
Pranadji, T. 1999. Perekayaan Sosio – Budaya Dalam Percepatan Transformasi Masyarakat Pedesaan Secara Berkelanjutan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Putri, E. I. K, 2009. Ancaman dan Solusi atas Krisis Pangan, Energi dan Air serta Peran Keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dalam Mengatasi Krisis Tersebut. Orange Book. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. IPB Press.
Ranchman, B., P. Simatupang dan T. Sudaryanto. 2004. Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Padi dalam Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I. Sadikin dan S. Friyatno, 2001. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Sudaryanto, T dan P. Simatupang, 1993. Arah Pengembangan Agribisnis : Suatu Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar